Jumat, 26 Mei 2017

Mengelola Uang Belanja biar Ga tekor


Urusan dapur supaya tetap mengepul sedikit banyak ada di tangan perempuan. Intinya masalah logistik keluarga di sebagian besar keluarga ada di tangan perempuan. Betul ga? Walau ga dipungkiri juga di beberapa keluarga, urusan ini dipegang oleh para suami.

Logistik makan adalah kebutuhan pokok kita, jadi mau tidak mau harus terpenuhi. Tanpa kita sadari, kebutuhan ini mengambil porsi yang cukup besar dalam pembiayaan rumah tangga. Sebagai perempuan yang memegang peran besar dalam urusan logistik, kita kudu jeli dan cermat dalam mengelola uang belanja.

Saya memakai prinsip 50-30-20 dalam melakukan pengelolaan keuangan keluarga. Pada bagian logistik yang termasuk kebutuhan pokok mendapat jatah 50% dari total penghasilan kami sebulan. Nah kebutuhan pokok kan ga cuma makan, ada kebutuhan lain yang perlu dibiayai. Jadi alokasi 50% itu musti dibagi-bagi lagi.


Di postingan ini, saya pengen cerita tentang mengelola uang belanja ala saya. 
 Kebetulan saya tinggal di desa di pucuk jalan kaliurang km 13 jogja jadi biaya hidup saya rasakan lebih murah dibandingkan dengan daerah kota Jogjakarta. Saya iseng-iseng pernah membandingkan biaya makan sehari di daerah condongcatur (rumah eyang) dengan di rumah saya. Saya mencoba menghabiskan uang sesedikit mungkin untuk makan sehari 3 kali bagi kami ber 5 (saya-mas suami-ikhsan-ikhfan-eyang).

Di condongcatur, dengan sebisa mungkin makan sederhana dan bergizi bagi kami semua dalam sehari ternyata saya mengeluarkan uang 150 ribu rupiah. Itu sedapat mungkin menahan ikhsan –ikhfan tidak jajan di ind***** dan mengalihkan mereka dengan cemilan jajan pasar atau buah. Saya memasak sendiri untuk makan siang dan makan malam. Untuk sarapan, kami biasa beli bubur gudeg-nya mba narti di dekat pasar condongcatur.

Kemudian saya bandingkan dengan pengeluaran makan di rumah saya. Treatment-nya sama yaitu memasak sendiri dan hanya beli sarapan saja. Dan yang terpenting menahan laju jajan anak-anak di toko modern. Berhubung di desa, harga sayur mayur serta makanan lebih murah. Di sini saya bisa mendapatkan snack jajan pasar seharga 500 untuk getuk goreng. Harga bubur ayam pun 1 porsi hanya 5000-6000. Dan ternyata dalam satu hari saya hanya mengeluarkan uang kurang dari 100 ribu untuk biaya makan kami berlima. Wah jauh banget kan bedanya.

Mas suami ketawa ngekek ketika tahu uji coba saya. “wah jeng jadi punya banyak sisa uang belanja dong kalau model pembiayaannya kayak gitu,” komentarnya.
“Iya dong,” jawab saya.

Saya sebenarnya bukan orang yang suka dan pintar memasak. Hasil masakan saya tidak bisa dikatakan enak. Menurut saya, masakan saya hanya berasa standar saja untuk bisa dimakan dan orang rumah pada doyan semua.  Kalau dikaitkan dengan pengelolaan uang belanja, ternyata memasak sendiri sayur dan lauk biayanya lebih murah dibandingkan kalau kita membelinya. Intinya bisa lebih berhemat uanga belanja kalau masak sendiri.  Huhu...itu menjadi salah satu alasan saya untuk memasak sendiri [note: saya lagi belajar masak]

Nah, ketika pilihan memasak sendiri menjadi pilihan, langkah selanjutnya adalah urusan belanja sayur. Saya sekarang mengurangi belanja di pasar karena ternyata godaannya sangat besa..aar untuk beli barang-barang/sayur/daging/ikan/telur yang akhirnya berujung pada “pemborosan” karena stok sayur dll itu akhirnya membusuk di kulkas karena ide untuk memasak berubah/ mood untuk masak ilang ketika sudah ada di rumah. Akhirnya saya hanya belanja sayur-lauk yang pasti akan saya masak saja. Ga pernah nyetok sayur/daging/ikan dalam jumlah banyak karena lebih sering stok itu berakhir ke kantong sampah karena busuk hehe....

Sekarang lebih sering belanja sayur di tukang sayur dan hanya membawa uang secukupnya. Pokoknya belanjaan menyesuaikan dengan uang yang saya bawa. Ceritanya lagi belajar disiplin dalam hal belanja. Kalaupun beli sayur yang sudah matang, saya juga beli secukupnya dan kira-kira habis dimakan orang rumah.

memasak sendiri bisa jadi moment belajar masak bareng kakak ikhsan ;)
Seminggu ini saya belajar disiplin urusan penyediaan makanan di rumah. Sebisa mungkin meminimalisir membuang sisa makanan. Ikhsan-ikhfan belajar untuk makan apa yang sudah saya sediakan dan menghabiskannya. 

Sampai-sampai kakak Ikhsan berkomentar,” Ibu kenapa makan malamnya sederhana? Cuma sedikit macemnya?”
“ya memang sebaiknya kita hidup sederhana, biar ga banyak sisa makanan yang terbuang. Sayang kalau buang makanan, kan mubadzir. Belajar bareng ya kak..,” jawab saya.

Saya fleksibel saja membelanjakan uang jatah konsumsi dan kalau ada sisa bisa saya simpan untuk kebutuhan lain.Tidak setiap hari saya memasak.Tapi keinginan dari dasar lubuk hati tuh ingin masak. Sebenarnya alasan mendasarnya tidak hanya urusan hidup sederhana dan berhemat keuangan keluarga saja tapi juga saya agak "keracunan" trend gaya hidup sehat dengan masak sendiri. Doh sok banget ya alasan yang ini hehe... Yaiya lha wong masak saja tidak jago tapi kadang sok gaya dengan masak sendiri dengan alasan gaya hidupnya lebih sehat.

Ya sebagai imbangan makan masakan sendiri, setiap weekend kami makan bersama di resto biar lidah kami tidak dimonopoli dengan rasa masakan saya. Kasihan juga mas suami dan anak-anak kalau setiap hari makan masakan saya. Saya belum pede dengan rasa masakan saya, maklum masih awam banget urusan masak di dapur. Walau rasanya belum sebanding dengan masakan resto, mas suami dan anak-anak tetap makan masakan saya. Ya, karena yang tersedia di meja hanya masakan saya, jadinya ya dimakan hehe... Ternyata lidah mereka jadi terbiasa dengan masakan saya yang biasa itu. 
"Masakan Ibu enak kok...," komentar mereka.

Yeaa... langsung sumringah sambil jingkrak-jingkak. Ga peduli alasan mereka kasih komentar "enak" cuma buat hati saya senang, tapi yang penting masakan saya dimakan dan ga ada yang mubazir. Ujung-ujungnya saya bisa berhemat uang belanja dan bisa cerita kalau sebagai ibu rumah tangga setiap hari masak buat keluarga.


acara makan di luar berasa "sesuatu" banget bagi kami
Kesimpulannya adalah bahwa disiplin dalam menggunakan uang sesuai rencana yang telah kita buat merupakan sesuatu yang penting. Awalnya bera..aat untuk belajar disiplin terhadap uang kita sendiri. Kudu punya tekad yang bulat kaya bola. Kalau tekadnya maju mundur ya bakalan gagal dewh rencana disiplin mengelola uang belanja.
Tapi setelah merasakan manfaatnya dan menjadi terbiasa, ternyata bisa juga kok membelanjakan uang dengan bijak.

Bagaimana pengalaman teman-teman? Ayok share di sini.

2 komentar:

Fanny f nila mengatakan...

Setuju ama caranya mba. Kuncinya disiplin sih.. Uang belanja bulanan aku ksh semua ke ART ku, dan dia tugasnya mengatur itu uang supaya cukup sebulan.. Tp aku slalu wantu2 belinya utk harian aja, supaya ga mubazir. Apalagi kdg aku toh makan di kantor. Utk urusan yg lain, bensin, tabungan, investment, budget traveling dll nya baru aku yg pegang.. Suami mah tau beres lah :D. Dia dr awal nikah udh bilang ga bisa pegang duit. Makanya semua gaji dia dan gajiku hrs aku yg atur :D

entik mengatakan...

@fanny: kuncinya emang disiplin walau bera..aat dilakukan