Jumat, 24 Februari 2017

Mengatasi Anak yang Mogok Sekolah

Saya memasukkan Ikhfan ke playgroup saat usianya menginjak 3 tahun. Ikhfan hanya ditunggu selama 5 hari dan selanjutnya dia tidak mau ditunggu. Alkhamdulillah saya seneng melihat Ikhfan bersemangat berangkat sekolah dan bisa belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya. Satu tahun di playgroup, di tahun ajaran baru 2016/2017 saat genap berusia 4 tahun, Ikhfan masuk TK A dan perubahan drastis pun terjadi. Ikhfan sama sekali tidak mau ditinggal dan minta ditungguin selama sekolah.

Setiap kali dicoba untuk ditinggal, tangisannya membahana dan bertahan lama. Alhasil jadi mengganggu teman-teman yang lain. Di rumah, ketika mau tidur malam Ikhfan selalu ketakutan dan tidak mau tidur. Alasannya kalau dia tidur, ketika bangun hari sudah pagi dan akan dipaksa sekolah. Hua...saya jadi bingung, apa yang terjadi dengan Ikhfan??

Akhirnya saya dan mas sementara memutuskan bahwa Ikhfan tetap sekolah walau harus ditunggu. Akhirnya saya dan asisten saya bergantian menunggu Ikhfan di sekolah dari jam 8 pagi sampai jam 12 siang. Kebetulan saya sudah cuti dari kantor karena kuliah jadi waktu saya lebih fleksibel untuk bergantian menunggu Ikhfan di sekolah.

Saya mencoba menanyai Ikhfan, apa yang membuat dia takut di sekolah. Ikhfan menjawab katanya ada teman yang mengganggu dia. Ketika saya tanya lagi siapa yang mengganggu. Ikhfan menjawab si X dan Y. Selanjutnya saya berdiskusi dengan pihak sekolah tentang keadaan Ikhfan yang berubah drastis itu. Ketika tahu salah satu alasan Ikhfan ketakutan berangkat sekolah karena ada temannya yang usil, bu guru langsung meminta X dan Y untuk meminta maaf kepada Ikhfan dan berjanji tidak usil lagi sama Ikhfan. Kala itu Ikhfan dan X,Y sama-sama bersalaman dan berjanji jadi teman yang baik.

Waktu itu, saya kira masalah akan selesai dan besoknya Ikhfan tidak lagi ketakutan kalau ditinggal. Ternyata Ikhfan tetap tidak mau ditinggal dan menangis meratap-ratap. Ketika saya paksa tinggal, besoknya Ikhfan mogok tidak mau sekolah. Hal itu terulang sampai tiga kali. Hadew..., sepertinya saya harus mengurai masalah yang terjadi pada Ikhfan satu per satu.

Setelah diskusi dengan mas suami, tampaknya saya menemukan beberapa masalah yang terjadi pada Ikhfan.
1.     Rasa takut Ikhfan yang berlebihan
Hal yang satu ini yang susah banget dikendalikan. Ketika Ikhfan merasa takut maka dia akan menangis keras dan susah ditenangkan. Saat akan tidur malam pun, rasa takut ditinggal di sekolah pun susah hilang. Seperti trauma saja.
Kebetulan waktu ada pertemuan wali murid, pihak sekolah mendatangkan psikolog sehingga saya bisa sedikit berdialog dengan psikolog tentang masalah Ikhfan. Hasil analisis psikolog dari gambar yang dibuat Ikhfan, bahwa Ikhfan mengalami semacam trauma sehingga mengakibatkan ketakutan yang berlebihan ketika berangkat sekolah. Saya diminta mencari hal apa yang menyebabkan trauma Ikhfan.
Selanjutnya saya juga diminta untuk sering mengajak ngobrol Ikhfan dengan tenang dan dicari tahu perasaan Ikhfan tentang ketakutannya itu. Perlu diketahui juga rasa fisik apa yang datang ketika rasa takut itu muncul. Apakah jadi mual, dada sesak atau kepala pusing.
Pada Ikhfan, ketika mulai nangis ketakutan diajak berangkat sekolah dia merasa dadanya sesak dan merasa bingung. Untuk mengurangi rasa tidak nyaman secara fisik, psikolog menyarankan untuk menepuk-nepuk dada Ikhfan ketika ngobrol-ngobrol santai tentang rasa takutnya.

Setelah mendapat saran dari psikolog, saya mencoba menerapkannya. Saya lebih intens mengajak ngobrol Ikhfan dan menggali penyebab rasa takutnya. Selanjutnya saya memberi dorongan psikis dengan mengatakan,” adik Ikhfan anak yang hebat, tidak takut sekolah.”
Atau juga memberi janji reward jika dia berani ditinggal ketika sekolah, “ Bapak mau membelikan helikopter remote kontrol kalau adik Ikhfan berani sekolah.”
Kata-kata positif itu saya ulang-ulang terus setiap hari.

Saat saya dan mas memutuskan untuk memulai hari tidak menunggui Ikhfan di sekolah, saya koordinasi dengan guru di sekolah. Saya meminta ada 1 guru yang megang Ikhfan secara ‘khusus’ ketika saya tinggal karena saya perkirakan Ikhfan bakal marah dan nangis. Jadi selama satu hari saya meminta bu guru lebih banyak menemani Ikhfan dan mengajak ngobrol.

Hari pertama, saya menguatkan hati mengantar Ikhfan ke sekolah dan langsung saya tinggal. Saya masih mendengar sura tangis Ikhfan dalam pelukan bu guru, tapi saya tetap pergi dan berharap tangisannya tidak berlangsung lama.
Saya sengaja menjemput Ikhfan lebih awal. Saya menunggu di halaman sekolah dan saat anak-anak keluar, saya melihat Ikhfan berlari dengan gembira menuju saya. Huhu...lega rasanya.
Ketika saya pulang, bu guru mengingatkan saya kalau besok Ikhfan harus berangkat sekolah walau menolak supaya progressnya tidak mandeg. Saya harus cari cara supaya Ikhfan berangkat. Saya mengiyakan.

Hari kedua ternyata butuh perjuangan hebat untuk mengajak Ikhfan sekolah. Saya yang kebetulan sudah tidak punya asisten, harus berjuang sendiri membujuk Ikhfan yang ngamuk tidak mau mandi dan berangkat sekolah. Ketetapan hati saya sudah kuat, saya harus mengajak Ikhfan sekolah. Tega ga tega, saya harus tega karena saya tidak punya pilihan lain. Di rumah bakalan kosong dan tidak ada orang yang akan menjaga Ikhfan kalau tidak sekolah. Jadi pilihan terbaiknya adalah berangkat sekolah.

Dengan tangisan yang membahana saya mengajak Ikhfan berangkat. Di atas motor, Ikhfan berusaha menghentikan laju motor dengan mematikan kunci kontak motor. Duh ngeri banget, kami hampir jatuh dari motor. Dengan perjuangan akhirnya saya sampai sekolah. Bu guru pun dengan sigap memeluk Ikhfan dan mempersilahkan saya untuk pergi.
Huhu....drama pagi hari yang “mengerikan”.

Ketika saya menjemput di siang harinya, tak dinyana Ikhfan keluar dengan riang dan ngomong kalau besok ga mau ditungguin di sekolah. Pengen sekolah sendiri.
Huff..senangnya hari saya. Saya tidak tahu, apa yang dikatakan bu guru pada Ikhfan sehingga keberanian untuk sekolah muncul.
Hari ketiga, tidak ada drama seperti kemarin. Ikhfan dengan riang mau berangkat sekolah tanpa paksaan.


2.     Belum bisa bersosialisasi dengan baik sehingga belum mendapatkan teman yang cocok di sekolah
Nah kayaknya masalah yang satu ini juga menjadi salah satu penyebab yang lumayan berat. Kala di kelompok bermain, teman-teman sekelas Ikhfan usianya di bawah Ikhfan dan ketika naik ke TK A banyak teman baru plus ada yang ngusilin Ikhfan jadi Ikhfan takut untuk mencoba berkenalan dan bermain dengan teman sekelasnya.

Di rumah, saya dan kakak Ikhsan setiap hari membesarkan hati ikhfan bahwa dia mampu untuk main sama temannya. Kakak Ikhsan pun memberi tips dan saran versi dia yang bikin saya tersenyum bangga.

“Adik kalau pengen punya teman, caranya adik harus ngikutin temannya pergi. Kemana aja ikutin. Trus liat aja temennya maen apa. Trus ikutan apa yang dilakuin temanmu, kalau temanmu lari ya ikut lari. Nanti lama-lama kamu pasti diajak main, “ saran kakak Ikhsan.
Dalam hati saya mengiyakan juga, kadang ada anak yang tidak tau bagaimana cara berkenalan dan bermain dengan temannya. Saran dari kakak ikhsan itu lebih mudah dilakukan. Setiap hari saya menanyakan perkembangan Ikhfan tentang usaha “pertemanannya”.
Setelah berjalan hampir 2 bulan, saya selalu mendengar cerita dari Ikhfan kalau sekarang Ikhfan sudah bisa main sama teman dan temanya ganti-ganti tidak dengan satu teman saja. Alkhamdulillah..., lega dan senang hati saya.

Akhirnya kami, saya dan Ikhfan bisa melewati masa-masa sulit “mogok sekolah”. Itu semua karena kerjasama pihak sekolah dan orang-orang di rumah yang terus mendukung adik Ikhfan untuk mandiri dan berani sekolah. Ikhfan sekarang sudah bisa enjoy mengikuti semua kegiatan sekolah. Terima kasih Ibu-ibu guru KB-TKIT Baiturahiim.

Semoga ke depan Ikhfan semakin pintar dan solih ya nak...





5 komentar:

Fitri3boys mengatakan...

sudah lewat ya masa2 sulitnya..

moga seterusnya tambah pintar dan soleh ya Ikhfan

vera mengatakan...

Ikhfan...Ikhsan...gimana kabarnya. Entik apa kabar dirimu? lama ga mampir sini

D I J A mengatakan...

sama kayak Dija juga
waktu playgroup dan TK pernah mogok sekolah juga
hihihihi
sekarang kalo inget itu, jadi malu sendiri

Febrianty Rachma mengatakan...

Yeayy Ikhwan sudah pinter sekarang, enjoy ya sayang. Belajar di sekolah menyenangkan kog, apalagi bu gurunya pada kreatif ya. Salam kenal untuk bunda kamu ya anak sholeh ^-^

Novi Herdalena Psikolog mengatakan...

Terimakasih sharingnya bunda entik, sangat menginspirasi & mjd solusi bagi para bunda yg memiliki mslh yang sama...