Kamis, 30 Desember 2021

Mensiasati Guilty Feeling bagi Ibu Bekerja

 Yang berstatus ibu bekerja coba tunjuk tangan.

Toss ..statusnya sama kayak saya. Pernahkah teman-teman mengalami perasaan bersalah (guilty feeling) saat meninggalkan anak yang masih kecil untuk berangkat kerja? Saya yakin semua ibu bekerja sempat merasakan perasaan ini, walau kadarnya akan berbeda-beda. Secara naluri seorang Ibu selalu ingin berada di dekat anaknya namun ada beberapa kondisi yang membuat ibu harus meninggalkan anaknya untuk bekerja. Pengasuhan anak didelegasikan kepada orang lain. Guilty feeling ini lumrah dialami oleh para ibu yang bekerja di luar rumah.

Saya juga mengalaminya. Selama rentang waktu bekerja kurang lebih 15 tahun dengan 3 orang anak, saya berkali-kali mengalami perasaan bersalah itu. Guilty feeling sangat terasa saat masa cuti melahirkan habis dan harus segera masuk kantor. Walau ada pengasuh yang menginap di rumah, tetap saja rasanya gimana gitu meninggalkan mereka seharian. Di kantor bawaannya kangen mencium bau wangi bayi dan pengen menggendong.

Perasaan bahwa sebagai ibu tidak bisa maksimal dalam hal mengurus dan mengasuh bayi sering bermunculan di benak saya. pokoknya nano-nano deh rasanya.Tapi life must go on . Sebagai ibu harus bisa menjalani kenyataan hidup bahwa menjadi pekerja kantoran harus bersikap profesional dan juga mampu mengayomi anak-anak di rumah. Ini adalah konsekuensi yang harus diterima oleh ibu yang memilih untuk bekerja kantoran. Setiap Ibu bekerja pasti akan mempunyai cerita dan permasalahan yang berbeda-beda dalam menjalani peran gandanya.

Guilty feeling  yang dialami Ibu akan mempengaruhi mood dan emosi apalagi jika tidak tertangani dengan baik bisa menjadi salah satu faktor pencetus munculnya baby blues pada Ibu yang baru melahirkan. 

Jadi bagaimana mensiasati guilty feeling yang sering muncul  terutama pada ibu yang menjalankan peran ganda sebagai ibu bekerja dan mengurus anak-anak di rumah?

1.  manajemen waktu dan prioritas yang dilakukan

Jangan kaget kalau segalanya berubah ketika status kita berubah menjadi Ibu termasuk urusan waktu. Waktu yang dimiliki Ibu sama dengan orang lain yaitu 24 jam sehari, namun rasanya banyak hal yang tidak rampung dikerjakan dalam 24 jam.

Mempunyai anak yang masih berumur balita membutuhkan banyak energi ekstra untuk merawatnya. Kurang tidur karena sering bangun malam banyak dialami para Ibu karena bayi sering terbanbun di malam hari. Untuk Ibu yang tidak mempunyai ART tugas akan bertambah dengan urusan membereskan rumah dan menyiapkan makanan untuk anggota keluarga yang lain. Waktu yang dimiliki harus “dibagi adil” untuk merawat bayi/anak, membereskan urusan rumah tangga lainnya dan kerja di kantor. Susah? Iya, susah tapi bisa dilakukan. Untuk mempermudah, kita harus belajar manajemen waktu.

Bentuk pengaturan waktu bagi setiap Ibu akan berbeda, tapi tujuannya sama yaitu agar semua tugas dan pekerjaan dapat terselesaikan tanpa menimbulkan kelelahan fisik berlebih.


Kita harus memilah mana pekerjaan yang dijadikan prioritas untuk dilakukan terlebih dahulu setiap harinya. Misalnya urutan prioritas dimulai dari :

·      sepulang kerja menemani anak bermain/belajar/makan malam sampai menidurkan mereka

·      mencuci baju di malam hari

·      pagi hari menyiapkan perlengkapan anak sebelum kita tinggal kerja atau untuk dibawa ke daycare/sekolah.

·      Menyiapkan sarapan/bekal makanan untuk suami dan anggota keluarga yang lain.

·      Membersihkan rumah jika memungkinkan

 

Urutan prioritas bisa sangat fleksibel dan sebaiknya semua pekerjaan itu dikerjakan dengan meminta bantuan suami. Tidak perlu perfect untuk menyelesaikan pekerjaan di rumah. Disiplin saja mengerjakan pekerjaan sesuai prioritas yang telah kita buat.

Standar sempurna untuk mengerjakan hal-hal yang menjadi tanggungjawab Ibu malah bisa membebani diri sendiri dan menambah guilty feeling. Lakukan saja pekerjaan semampunya dan istirahatlah jika tubuh sudah merasa lelah. Tips sederhana dan paling mudah adalah tidur saat bayi/anak tidur.


foto ini diambil tahun 2018,
tiga hari setelah saya melahirkan anak ketiga

2.  apresiasi diri dan dukungan suami

Satu hal yang sering dilupakan adalah apresiasi diri sendiri sebagai seorang Ibu. Ucapkan terimakasih pada diri sendiri, yang telah berpeluh dan lelah untuk melakukan tanggung jawab sebagai ibu.

Menjalani kehamilan sampai melahirkan adalah proses yang panjang dan berat apalagi bagi ibu bekerja. Ibu adalah manusia yang diciptakan Allah untuk kuat dan mampu menanggung beban hamil, melahirkan dan mengasuh anak. Semua ikhtiar kerja keras kita sebagai ibu akan mendapat balasan dari Allah SWT. Lelah itu pasti tapi di balik lelah akan tercipta kebahagiaan ketika melihat anak-anak tumbuh sehat dan dekat dengan kita. Tidak perlu  membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Sangat manusiawai jika kita merasa kalau “rumput tetanga lebih hijau”.  Melihat ibu lain yang punya baby sister dan  ART untuk urusan domestik rumah pasti urusan anak dan rumah beres. Eitts... hati-hati pikiran seperti ini malah akan menambah guilty feeling yang kita alami.                                                                         

Tidak ada ibu yang sempurna. Yang ada adalah ibu yang terus belajar untuk menjadi ibu yang terbaik untuk anak-anaknya. Pikiran positif  harus sering kita suntikkan  supaya guilty feeling tidak terlalu besar.

Selain itu dukungan suami sangat diperlukan. Suami yang siaga membantu kita merawat bayi/anak atau sekedar mendengar keluh kesah kita. Dukungan suami bisa menjaga mood kita stabil dan tidak menambah guilty feeling karena kita terpaksa meninggalkan anak untuk bekerja.

 

Semoga beberapa tips diatas bisa mengatasi guilty feeling yang sering dialami oleh ibu bekerja.

 

Tidak ada komentar: