Jumat, 22 April 2016

Menjadi Manajer Rumah Tangga


Saya dibesarkan oleh orang tua yang sangat peduli tentang pentingnya pendidikan bagi anak. Ibu adalah orang pertama yang selalu mendorong saya untuk memperoleh pendidikan yang baik. Saya selalu ingat kata-kata motivasi Ibu kepada saya,”Jadi anak perempuan harus sekolah yang baik. Kamu harus kuliah di universitas negeri karena ibu tidak punya cukup uang untuk membayar kuliah di universitas swasta. Perempuan harus punya penghasilan sendiri, supaya posisi kamu ketika berumah tangga tidak dipandang rendah oleh suami dan keluarganya. Kalau kamu punya penghasilan sendiri, kamu bisa berbagi penghasilan dengan suamimu.”


Ibu memang bekerja sebagai pegawai negeri di instansi pemerintah. Ibu adalah perempuan yang kuat yang pernah saya kenal. Sejak saya kecil, saya jarang atau hampir tidak pernah mendengar ibu mengeluh masalah keuangan ataupun kerepotannya mengurus 4 orang anak dengan jarak usia 2 tahun, yang terpaksa tidak punya pembantu sejak adik bungsu saya berusia 4 tahun. Ibu tetap bisa membagi waktu antara pekerjaan di kantor dengan mengurus rumah. Ibu juga masih sempat mengajari kami mengerjakan PR atau menemani mengulang pelajaran di sekolah.

Di keluarga kami, Ibu adalah orang yang pertama bangun pagi dan tidur paling akhir. Menyiapkan sarapan dan menyediakan lauk untuk siang sampai malam untuk kami dilakukan pagi sebelum Ibu berangkat kantor. Bahkan di malam hari, Ibu masih sibuk membuat lauk yang tahan sampai beberapa hari, seperti srundeng kelapa, kering tempe atau peyek kacang, untuk persediaan lauk.


Ketika saya mulai masuk SMP, Ibu beberapa kali mengalami pendarahan dan harus opname di RS. Kami, anak-anaknya tidak tahu persis sakit yang diderita Ibu karena Bapak dan Ibu tidak pernah memberitahu kami. Kami cuma diberitahu kalau Ibu butuh istirahat sebentar dan besok akan pulih lagi. Yah, kami juga tidak banyak bertanya karena pada kenyataannya setelah Ibu pulang dari RS, Ibu tetap melakukan aktivitas seperti biasa- mengurusi rumah- seolah tidak pernah sakit. Ibu tidak mengeluh sama sekali. Ibu adalah wanita yang paling kuat menahan rasa sakit di tubuhnya.

Setelah saya dewasa dan menikah barulah saya tahu kalau dulu Ibu terserang cancer di ususnya. Penyakit Ibu seakan menjadi sebuah informasi tertutup bagi anak-anaknya, karena Ibu tidak ingin anak-anak terlalu mengkhawatirkannya. Ibu ingin tetap hadir bersama kami dan menjalani aktivitas tanpa rasa sakit atas penyakitnya. Pengobatan alternatif  yang dijalani Ibu memang memberi dampak yang positif bagi Ibu, karena Ibu tetap bisa menjalani aktivitasnya seperti biasa. Terlihat tanpa rasa sakit dan itu berlangsung hingga lebih dari 10an tahun. What a great mother..., a survivor...


Dan ketika Ibu meninggal tahun 2000 yang lalu, saya benar-benar terpukul karena saya baru memasuki semester 4 di Universitas. Saya merindukan pelukan hangat Ibu ketika melihat IPK saya bagus. Saya merindukan nasehat-nasehatnya bagaimana seharusnya menjadi perempuan itu. Bahkan Ibu belum sempat mewariskan resep-resep masakan favoritnya. Karena Ibu selalu melayani kami. Saya dan 2 kakak perempuan saya yang notabene anak perempuan jarang sekali diminta Ibu membantu memasak di dapur karena Ibu takut mengganggu waktu belajar kami. Ah, ya kami hanya diminta belajar dan menjadi perempuan yang terdidik.


Pendidikan adalah prioritas utama Ibu untuk kami, anak-anaknya. Kalau minta uang buat beli buku atau urusan sekolah pasti Ibu akan beri, tapi kalau urusan lain belum tentu ibu kasih. Saya sendiri, entah kenapa sejak kecil ingin bersekolah di sekolah favorit di Jogja mulai SMP, SMA dan universitas. Saya merasa senang dan bangga kalau nilai saya bagus dan saat saya tunjukan kepada Ibu, saya melihat raut muka ibu yang merona merah dan senyum yang mengembang bahagia diiringi pelukan hangatnya seraya mengucap syukur dan berkomentar, “ah, cah pinter..., bijimu apik, Ibu seneng.” (ah, anak pandai..., nilaimu bagus, Ibu senang).

Kalimat Ibu hanya sederhana, tapi ternyata melecut semangat dan motivasi saya untuk belajar.

Nasehat Ibu, kini benar-benar saya rasakan manfaatnya. Setelah bekerja, menikah dan punya anak, saya baru merasakan bahwa ternyata seorang perempuan memegang peranan yang penting dalam kehidupan keluarga. Menjadi perempuan yang pintar dalam segala hal akan sangat mempengaruhi orang-orang yang tinggal dalam keluarga, terutama anak-anak yang notabene adalah generasi penerus bangsa. Jadi menurut saya benar, jika dikatakan bahwa di tangan perempuan lah sebuah generasi itu lahir dan terbentuk.


Suasana dalam keluarga terbentuk oleh ibu. Percaya atau tidak, saya membuktikan kalau mood saya bagus dan saya tidak terpancing emosi, suasana rumah juga ikut hangat dan tidak ada emosi disana. Kalau suasananya dah enak, anak-anak juga lebih mudah untuk diatur, diajak belajar dan komunikasi. Suami juga seperti itu. Kalau mereka nyaman dan merasa termotivasi dari rumah, saya yakin anak-anak dan suami akan berprestasi di sekolah dan kantor.


Menurut saya, perempuan harus mendapat pendidikan yang cukup, minimal dia harus sekolah sampai SMA – tapi kalau syarat minimal Ibu saya adalah sarjana-. Hanya dengan pendidikan, perempuan dapat "berpikir" dan membuat dia open mind terhadap sesuatu yang baru sehingga bisa mengikuti perubahan.

Urusan pendidikan anak, gizi keluarga sampai financial planning keluarga biasanya ada di tangan perempuan. Kalau perempuan tidak cerdas, bisa dibayangkan arah tujuan keluarga yang dibangun akan seperti apa.



Sebagai ibu di rumah, perempuan adalah  manager dalam rumah tangga. Banyak hal terkait urusan rumah tangga adalah tanggung jawab ibu. Sebuah tanggung jawab yang besar karena ibu harus mengurus dan melayani suami, anak-anak, anggota keluarga lain dan dirinya sendiri. Seorang ibu harus bisa memastikan kelancaran operasional di rumah, mulai dari mengurus kebersihan rumah, penyediaan kebutuhan logistik rumah, merawat dan memastikan semua anggota keluarga terlayani.

Tuh, kan banyak dan besar tanggung jawabnya. Ibu sebagai perempuan harus bersedia memberi perhatian dan waktu untuk mengelola tugas dan tanggungjawabnya secara ikhlas dan sepenuh hati. Tidak harus semua dikerjakan sendiri, kita bisa minta tolong orang lain untuk melakukan beberapa tugas yang memang bisa didelegasikan tetapi semuanya di bawah kontrol kita.


Melakukan sendiri semua tugas dan tanggung jawab selaku manajer rumah tangga sangat suasah dan hampir tidak mungkin dilakukan terutama bagi perempuan pekerja seperti saya. Perempuan tetap butuh bantuan orang lain seperti suami, keluarga atau asisten rumah tangga untuk berbagi melakukan tugas rumah tangga yang tidak bisa dilakukan oleh ibu.


Saya banyak belajar dari Ibu saya, bahwa sebagai perempuan kita harus tangguh dalam segala kondisi. Bisa mengelola emosi dan selalu bersikap manis pada anak-anak dan suami. Harus pandai mengatur keuangan, jangan boros, dan yang penting ada uang untuk sekolah, kata Ibu dulu. Kalau jaman sekarang sih, mungkin setara dengan kemampuan financial planning.


Sepertinya hal yang remeh, mengelola keuangan keluarga tapi kalau tidak dikelola dengan bijak, bisa berakibat fatal. Keuangan keluarga bisa terkena krisis karena besar pasak dari pada tiang. Dampaknya? Wuih, seluruh anggota keluarga termasuk suami dan anak-anak yang akan merasakan. Tidak mudah, saya juga dalam proses belajar. Perempuan memang memegang peran strategis dalam keluarga. Urusan gaya hidup dan pola makan keluarga juga ditentukan perempuan. Bener ga? Setelah menikah saya baru merasakan hal ini karena keputusan memilih menu makan keluarga hampir 100 persen ada di tangan saya. Apakah saya mau masak sendiri, beli sayur matang ataukah makan di resto, itu kebanyakan yang memutuskan saya.


Untuk urusan jalan-jalan keluarga, saya ikut andil besar memutuskan. Bahkan model baju anak-anak dan suami, saya ikut memberi masukan walau kadang akhirnya saya yang menentukan. Belum lagi keputusan untuk membeli rumah, desain rumah sampai jenis mobil/motor yang akan dibeli, pasti sebagai istri yang juga perempuan punya andil yang besar dalam keputusan itu. Kalau kita ga pinter ngatur keuangan bisa masuk pusaran krisis juga jika kita terbawa arus trend gaya hidup dan kurang bisa menyesuaikan dengan keadaan keuangan keluarga.


Saya punya beberapa tips agar kita sebagai perempuan bisa “berhasil” sebagai pengelola/manajer dalam keluarga:

1.  memberi pelayanan yang prima pada suami. Selalu tersenyum, tidak bersikap jutek, cemberut menggerutu dan sebangsanya ketika suami pulang ke rumah.

*Kalau punya kemampuan memasak yang bagus, ya sering-sering memasak untuk suami makanan favoritnya, karena konon jika ingin merebut hati suami adalah melalui perutnya. Makanan bisa menjadi ungkapan cinta untuk suami dan suami pastinya senang karena merasa diperhatikan oleh istrinya.

*Menjadi teman sharing dan ngobrol yang menyenangkan bagi suami. Tak lupa pelayanan yang ok di kamar juga diperlukan.

2. Menjaga penampilan di depan anak-anak dan suami. Kalau melihat Ibu di rumah dengan pakaian yang rapi dan bersih pasti akan lebih menyenangkan dibandingkan dengan melihat Ibu berpakaian berantakan.

3. Open mind dan bersikap terbuka terhadap kemajuan IPTEK terkait parenting, keluarga, financial planning, dan segala hal yang terkait dengan kehidupan berkeluarga.

4. Menjaga emosi dalam mengasuh anak-anak. Karena tidak bisa dipungkiri, tingkah laku anak-anak terkadang memancing emosi kita apalagi ketika mereka mulai bertingkah dan kita dalam kondisi fisik capek. Pasti deh emosi gampang tersulut kalau tidak dikendalikan.

5.  Jangan terjebak seharian dengan rutinitas di rumah maupun di kantor. Luangkanlah waktu sejenak untuk sekedar me time.

Kalau saya,  terkadang saya curi waktu ke spa untuk sekedar body massage atau creambath. Kadang kalau sempat ngedate berduaan saja sama suami dan anak-anak saya titipin ke eyangnya.


Tips itu berdasarkan pengalaman saya, mungkin daftarnya bisa ditambah. Bagaimana dengan teman-teman??



10 komentar:

Turis Cantik mengatakan...

Kl saya biasanya me time pas anak tidur atau kl mau jalan sama suami anaknya saya titip di rmh ibu saya. Saya kebetulan ibu bekerja tapi jg ngak pnya prt jd semua di kerjaian sendiri hihihi

Elsa mengatakan...

jadi inget Ibu...

aku juga akhir akhir ini baru tahu mbak, baru sadar
bahwa ibuku adalah orang yang tidak pernah mengeluh
apapun kondisinya. mau sakit, mau sehat, mau ada atau pun tidak ada
tidak pernah terdengar keluhan sama sekali

aku yakin, Ibunya panjenengan juga persis seperti itu

Fitri3boys mengatakan...

bener bgt deh..

almh ibunda , wanita heubat ya jeng,,,,

kalau saya me time nya kok ya senengnya window shopping dan makan di ITC ambass..tapi harus sendirian...he hehe

entik mengatakan...

@turiscantik:yang penting masih bisa me time ya...

entik mengatakan...

@jeng elsa: ya..berarti Ibu kita se-tipe. huhu...saya kadang suka sedih kalau teringat Ibu, karena belum bisa membalas semua pengorbanan beliau. Tapi banyak ilmu dari Ibu yang tersimpan di hatiku tentang perempuan ;)

entik mengatakan...

@mba fitri: setiap Ibu punya kehebatannya sendiri-sendiri. Ibu mba fitri pasti juga hebat..

Wah seru juga ya jalan window shopping sendirian gitu..;)

Lidya Fitrian mengatakan...

jadi pembelajaran buat kita para ibu ya mbak

Rani Yulianty mengatakan...

waah, bener yaaa, sebagai seorang istri dan ibu harus siap jadi manager keluarga

entik mengatakan...

@rani: iya.. siap tidak siap harus siap jadi manajer keluarga

kopisusu mengatakan...

Huhuhuh point ke 2 itu saya susah bangeeeet Mak. jadi tertohok ! hahahah. kalau sudah di rumah itu, pinginnya dasteran melulu :D

Point ke 3 biasanya 'kerjasama' dengan suami. kalau kira2 sumbu saya sedang pendek dan mudah terpancing, biasanya anak langsung dibawa jauh2 sama suami. begitu sebaliknya.

nah point ke 5 ini yang jadi catatan banget. hihiih terimakasih ya maak.