Memasuki trimester
ketiga di kehamilan saya yang ketiga ini, kondisi badan lumayan fit untuk
beraktifitas. Saya masih mondar-mandir antar jemput anak-anak dan mengerjakan
tesis di kampus. Dengan perut yang semakin membesar, saya masih bisa nyetir
mobil sendiri tapi 4 minggu menjelang HPL mas suami melarang saya menyetir
sendiri. Sudah ga tega liatnya, begitu alasan mas suami. Saya sih nurut saja.
Beberapa minggu
mendekati HPL saya kadang merasa deg-degan seperti takut menjalani proses
persalinan. Dua kali mengalami sesar, saya masih saja ngeri membayangkan saya
akan mengalami lagi untuk yang ketiga kalinya. Setiap kali kontrol, dokter kandungan
saya jarang membahas proses sesar yang akan saya lalui nanti. Sepertinya beliau
tahu kalau saya takut menjalani sesar lagi. Pokoknya kata-katanya menenangkan
saya.
“sesuai SOP
memang Ibu lebih aman kalau menjalani persalinan lewat sesar. Tapi yang
terpenting kita jaga kondisi janin matang dan saya menjadwalkan sesar 5 hari
sebelum HPL. Tidak bisa lebih cepat, untuk meminimalisir bayi lahir dengan
bilirubin tinggi. Saya akan selalu siaga membantu persalinan Ibu,” begitu
penjelasannya.
Duh, rasanya
hati langsung tenang begitu keluar dari ruang prateknya. Pengalaman sesar
pertama kali dulu karena panggul saya sempit sementara berat badan bayi hampir
4 kg. Sesar yang kedua, saya mengalami placenta previa totalis. Artinya placenta
menutup seluruh jalan lahir jadi jelas tidak memungkinkan untuk menjalani
persalinan normal. Saya sebenarnya sangat takut masuk ruang operasi, tapi Allah
menutupi rasa takut saya dengan rasa sakit. Dua persalinan yang terdahulu, saya
masuk ruang operasi dengan kondisi bukaan lengkap plus pendarahan. Rasa takut
saya hilang ketika masuk ruang operasi. Yang ada dalam pikiran adalah semoga
bayi segera lahir dan rasa sakit saya hilang.
Di persalinan
yang ketiga ini, rupanya Allah memberikan proses yang sama. Seminggu sebelum
jadwal sesar, saya mengalami bukaan. Sesampainya di UGD RS, saya dinyatakan
dalam kondisi emergency dan harus segera menjalani sesar dalam waktu 1 jam. Rasa
takut saat masuk ruang operasi hilang karena saya menahan rasa mulas yang semakin
sering. Saya masuk ruang operasi dengan diiring tatapan mata mas suami yang
tegang. Tangannya menggenggam tangan saya dengan erat sambil mengangguk tanpa
kata. Ya, saya tahu dia akan menunggu di luar dengan untaian doa untuk saya.
Bismillah...,
saya masuk ruang operasi dengan menahan mulas.
Bayi kami
lahir tgl 31 Mei 2018 tepat jam 14.00. Hanya
20 menit saja sejak operasi dimulai, saya mendengar tangisan kerasnya saat diangkat dari
perut saya., Dengan mata yang sangat mengantuk karena bius, saya mencoba
melihat bayi yang disodorkan perawat tepat di muka saya.
“laki-laki ya
bu..”
"iya.., saya menjawab lirih.
Dokter anestesi mengecek kesadaran saya dengan mengajak bicara. Tapi rasa kantuk menyerang hebat. Saya hanya menjawab lirih setiap pertanyaannya.
"kalau mengantuk, tidur saja bu..," kata dokter anestesi.
Bha... tidur? saran yang tidak saya turuti. Saya takut tidur ketika operasi berlangsung. Sengantuk apa pun saya bertahan untuk membuka mata saya dan sadar. Dokter masih menyelesaikan jahitan di perut saya.
Satu jam kemudian saya diperbolehkan keluar dari ruang pemulihan. Ketika saya didorong keluar, wajah yang saya lihat pertama kali adalah wajah mas suami. Wajahnya sudah tidak tegang seperti tadi. Dia sudah bisa tersenyum melihat saya.
Dokter anestesi mengecek kesadaran saya dengan mengajak bicara. Tapi rasa kantuk menyerang hebat. Saya hanya menjawab lirih setiap pertanyaannya.
"kalau mengantuk, tidur saja bu..," kata dokter anestesi.
Bha... tidur? saran yang tidak saya turuti. Saya takut tidur ketika operasi berlangsung. Sengantuk apa pun saya bertahan untuk membuka mata saya dan sadar. Dokter masih menyelesaikan jahitan di perut saya.
Satu jam kemudian saya diperbolehkan keluar dari ruang pemulihan. Ketika saya didorong keluar, wajah yang saya lihat pertama kali adalah wajah mas suami. Wajahnya sudah tidak tegang seperti tadi. Dia sudah bisa tersenyum melihat saya.
Alhamdulillah..,
saya berhasil menjalani persalinan yang ketiga ini dengan selamat. Rasa takut tetap ada tapi tidak seberapa menganggu perasaan saya.
Proses pemulihan pasca persalinan sesar memang butuh waktu yang lebih lama dibandingkan persalinan normal. Setelah efek bius hilang, saya diminta untuk mulai menggerakkan kaki dan belajar miring kanan-kiri. Jangan ditanya sakit apa enggak ya, karena sakitnya tuh perih kayak disayat.
Proses pemulihan pasca persalinan sesar memang butuh waktu yang lebih lama dibandingkan persalinan normal. Setelah efek bius hilang, saya diminta untuk mulai menggerakkan kaki dan belajar miring kanan-kiri. Jangan ditanya sakit apa enggak ya, karena sakitnya tuh perih kayak disayat.
Teman-teman yang punya
pengalaman pasca sesar pasti juga merasakan hal yang sama. Bedanya adalah
ambang sakit tiap orang beda dalam menahan rasa sakit pasca sesar. Saya termasuk
punya ambang sakit yang rendah untuk menahan sakit. Saat mencoba belajar berdiri
dan berjalan setelah 24 jam pasca sesar, saya mengalami sesak nafas dan hampir
pingsan. Huff...3 hari pasca sesar adalah perjuangan berat bagi saya karena
masih menahan rasa sakit di perut dan harus belajar menyusui bayi. Alhasil puting
lecet semua karena posisi menyusui ga bener.
Saya yakin,
setiap ibu melahirkan mempunyai cerita dan perjuangannya sendiri. Persalinan normal
atau sesar tidak perlu diperdebatkan karena kita semua berjuang antara hidup
dan mati untuk melahirkan. Melahirkan normal rasa sakitnya pasti luar biasa. Melahirkan
secara sesar juga sakit luar biasa. Jadi para suami, sayangilah istri karena dia berjuang melawan rasa sakit ketika melahirkan. Rasa sakit dan takut yang selalu berbeda setiap melahirkan anak-anak.
Melahirkan dan menjadi Ibu adalah perjuangan yang berat, tapi kebahagian akan datang ketika melihat wajah bayi yang lucu itu tersenyum sehat.
Dan saya
bahagia karena berhasil melewati masa itu. Bayi kami lahir dalam kondisi
sehat. Alhamdulillah... Irham Gita
Adhilfa, selamat datang ke duania nak, semoga kau jadi anak yang sholeh dan sehat ya...
irham, 1 day old [3,4 kg] |
irham, 1 day old |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar