Sabtu, 17 Juni 2017

Tantangan Pengasuhan Anak di Era Digital


Hari jumat, 16 Juni 2017 kemarin saya berkesempatan menghadiri pertemuan wali murid di TK-nya Ikhfan yang diiisi kajian tentang Parenting. Sekolah sering menghadirkan sesi parenting untuk wali murid dengan pembicara yang berbeda-beda. Saya mendapat banyak sekali ilmu ketika mengahadiri pertemuan itu. Sewaktu Ikhfan mengalami trauma tidak mau ditinggal ketika sekolah selama 6 bulan, saya mendapat pencerahan dan cara trauma healing  bagi Ikhfan dari psikolog yang mengisi acara parenting di sekolah.



Nah, sesi parenting kemarin menghadirkan Ibu Rina, psikolog dari UII. Tema besar yang diangkat Ibu Rina adalah Menjaga Potensi Baik pada Anak. Di awal sesi, Ibu Rina melontarkan pertanyaan kepada kami adalah “apakah bapak/Ibu pernah sekolah untuk menjadi orang tua yang baik? Apakah ada sekolah untuk menjadi orang tua? Bagaimana bisa orang tua yang tidak mempunyai bekal yang baik dapat mendidik anak-anaknya dengan baik?”
Sebagian besar dari kami menjawab, ya cara mendidik anak alamiah saja, terkadang pola pengasuhan dan pendidikan yang kita terapkan sama dengan cara orang tua dulu mendidik kita. Walau kadang tanpa sadar ketika kita kecil dulu kita berpikir bahwa tindakan orang tua terhadap kita  dirasa tidak cocok dilakukan terhadap anak tapi akhirnya tanpa sadar kita lakukan juga terhadap anak kita. Dan itu terjadi pada banyak orang tua di Indonesia. Orang tua belajar dari referensi/pengalaman yang diperoleh dari orang tuanya dulu karena tidak punya pengetahuan lain selain itu. Sehingga banyak terjadi kesalahan yang dilakukan orang tua dalam pola pengasuhan anak.

Saya baru ngeh, juga ketika Ibu Rina bercerita tentang hal itu. Saya baru menyadari pentingnya mempelajari ilmu parenting ketika anak kita bermasalah dan kita tidak tahu bagaimana solusinya karena di dalam otak kita tidak ada referensi/pengalaman tentang masalah itu. Kalau sudah dalam titik bingung, paling-paling kita lari ke psikolog. Lha kalau kejadian itu terjadi pada orang awam dan bener-bener ga tahu solusinya dan tidak tahu dimana tempat untuk bertanya bagaimana? Ujung-ujungnya si anak yang akan menjadi korban. Dilabeli sebagai anak nakal, susah diatur, tidak menghormati orang tua dan tidak jarang si anak akhirnya bener-bener jadi “anak yang nakal” seperti label yang diberikan padanya. Orang tua akhirnya tak berdaya.

Ibu Rina ketika memberi penjelasan
Kalau kita merasa anak kita baik-baik saja dan tidak masalah pastinya kita akan menganggap bahwa pola pengasuhan yang kita lakukan sudah benar dan tepat sehingga tidak perlu lagu meng-up date pengetahuan kita mengenai parenting. Betul ga? Tapi tantangan pengasuhan era sekarang lebih besar dibandingkan dengan jaman orang tua kita dulu. Anak-anak yang masuk fase remaja mulai aktif menggunakan smart phone dan media sosial. Jika ada suatu hal yang tidak mereka ketahui, maka pikiran yang pertama kali terlintas di pikiran mereka adalah mencarinya di mesin mencari seperti Google. Mereka jarang bertanya pada orang tua. Kalaupun bertanya kepada orang tua dan dijawab, mereka tetap belum puas dan mencarinya di Google.

Bahkan yang membuat gelisah orang tua adalah ketika anak-anak remaja sedang galau tentang perasaannya, mereka akan curhat melalui media sosial dan bisa dibaca oleh orang seantero dunia yang terkoneksi dengan internet. Curhatan anak-anak remaja ini, terkadang mengundang perilaku negatif oleh sekelompok orang yang memanfaatkan remaja-remaja galau tersebut. Huhu...ngeri sekali mendengar contoh Ibu Rina tentang hal ini.

Nah, sebagai orang tua kita kan ga mau kalau anak-anak lebih nurut sama internet dan media sosial dibandingkan nasehat/penjelasan kita mengenai sesuatu yang belum mereka ketahui. Informasi di internet saya akui kurang memberikan filter bagi anak-anak. Kalaupun kita memasang aplikasi pengaman di gadget kita, ternyata anak-anak sekarang lebih pinter untuk melakukan un-install untuk aplikasi pengaman itu. Anak-anak lebih pinter dibandingkan orang tua mengenai teknologi informasi digital seperti sekarang ini.

Sebagai orang tua pasti mempunyai berbagai masalah dalam pola pengasuhan kita. Saya kira tidak ada yang lurus-lurus saja tanpa masalah dalam mengasuh dan mendidik anak di keluarga. Ibu Rina mengingatkan bahwa sebagai orang tua, kita harus terus belajar. Jangan merasa cukup dangan bekal ilmu parenting yang kita miliki saat ini karena perkembangan teknologi dan informasi sangat mempengaruhi anak-anak kita.

Kita bisa memulainya dengan mengevaluasi kesalahan-kesalahan dalam pengasuhan anak yang sudah kita lakukan seperti hal-hal berikut:
1.       Berbohong pada anak
2.       Memberi label terutama label negatif seperti anak malas, anak bodoh dan sebagainya.
3.       Memberi ancaman tapi tidak melakukan ancaman sehingga anak berpikir bahwa ancaman orang tua tidak akan terjadi sehingga mereka tetap melakukan tindakan yang kurang baik tersebut.
4.       Orang tua males berkegiatan bersama anak seperti menemani bermain, membacakan dongeng, mendengarkan cerita anak dan ngobrol bareng anak

Secara teori, sepertinya kita sudah paham, tapiii..iii yang paling susah adalah pada tataran praktek. Saya sendiri mengakui kalau terkadang saya memberi ancaman kepada Ikhsan-ikhfan tapi saya tidak melakukannya. Seperti contohnya saya memberi aturan bermain game maksimal 1 jam setiap harinya. Nah ketika badan saya lagi capek karena berbagai aktivitas rumah tangga dan kantor, saya ”terpaksa” membiarkan anak-anak bermain game lebih lama setengah jam dari ketentuan saya karena saya butuh waktu untuk rehat sejenak. Maklum saya tidak mempunyai ART sehingga pekerjaan rumah saya kerjakan sediri sepulang kantor. Doh, komitmen saya untuk konsisten menerapkan aturan bener-bener diuji kalau dalam posisi seperti itu. [yang ini jangan dicontoh ya...]

Saya salut untuk orang tua yang bisa konsisten memberlakukan aturan main game seminggu sekali bagi anak. At least saya menyadari kesalahan saya dan mencoba untuk memperbaikinya. Saya mencoba memilah dan memilih teknik pengasuhan sesuai ilmu parenting yang cocok untuk Ikhsan-Ikhfan karena menurut saya setiap keluarga mempunyai gaya pola pengasuhan yang berbeda-beda walaupun mempunyai basic ilmu parenting yang sama. Teknik di keluarga A belum tentu cocok diterapkan pada keluarga B walau basic materi parentingnya sama.

Prinsip parenting yang perlu diingat oleh orang tua adalah berusaha menjadi contoh yang baik bagi anak, selalu mengingatkan anak, konsisten dengan aturan yang dibuat serta dilakuan dengan sabar dan kasih sayang. Ada pepatah yang mengatakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya. 

Nah kalau kita ingin mempunyai anak yang berprilaku baik, mandiri dan bermanfaat bagi orang lain rubahlah diri kita sendiri menjadi baik, mandiri dan bermanfaat bagi orang lain dulu. Karena perilaku anak tidak tiba-tiba bisa menjadi baik tapi butuh proses dan waktu sepanjang usianya. Anak-anak akan dengan mudah meniru contoh yang paling dekat dengan mereka yaitu orang tua. Contoh kecil saja, kalau setiap hari anak melihat orang tuanya marah-marah maka akan sangat sulit membayangkan si anak akan menjadi pribadi yang sabar dan mempunyai empati terhadap orang lain.

Ini jadi semacam self reminder bagi saya, semoga bermanfaat bagi teman-teman yang sudah dan yang akan menjadi orang tua. Thanks untuk Ibu Rina yang berkenan berbagi dengan kami -para orang tua murid-

berfoto bersama di akhir sesi


antusiasme peserta
ibu-ibu serius mendengarkan penjellasan Ibu Rina

1 komentar:

Fitri3boys mengatakan...

nambah ilmu ya ikutan seminar kayak gini...