Kemarin Sabtu tanggal 8 Oktober 2016 saya mengikuti sebuah Talkshow menarik tentang positif parenting di Fakultas Psikologi UGM dalam rangka memperingati hari kesehatan jiwa. Talkshow kemarin terbagi dalam 2 sesi. Sesi pertama paparan tentang emosi dalam keluarga yang disampaikan Prof Subandi dan good parenting yang disampaikan Prof. Noor Rahman.
Sedangkan sesi kedua menghadirkan 2 keluarga (keluarga Pak Broto dan
keluarga Anto) yang menerapkan dua pola asuh yang berbeda pada anak-anak mereka
yang “menghasilkan” produk anak dengan prestasi yang berbeda. Sesi yang kedua
sangat menarik karena salah satu keluarga yang hadir adalah keluarga Antok.
Anto pernah hadir dalam acara Kick Andy, menceritakan tentang proses pemasungan
dirinya karena dianggap depresi dan membahayakan masyarakat sampai akhirnya
Anto dapat terbebas dari pasung dan depresi. Selain terbebas dari pasung, Anto
juga sukses dapat kuliah dan berkreasi dengan batik. Proses panjang sekitar 3
tahun berhasil dilewati Anto.
Singkat
cerita, Anto akhirnya dilepaskan dari pasung dan berhasil menemukan “insight” kesadaran
dan penerimaan dirinya. Anto mencari informasi mengenai depresi, shizofrenia
dan segala hal yang berkaitan dengan penyakit jiwa melalui buku-buku di
perpustakaan daerah di kotanya. Dari sana Anto mengetahui gejala-gejala yang
dialaminya dan bisa menerima dirinya. Sejak itu akhirnya Anto mulai bekerja
menjahit baju selanjutnya membuat desain batik (kebetulan ibunya adalah seorang
buruh batik) sampai akhirnya ekonomi keluarga terdongkrak dan Anto akhirnya
bisa membiayai kuliahnya.
Kontras dengan pengalaman
keluarga Pak Broto yang juga berasal dari keluarga miskin. Pak Broto mempunyai
prinsip bahwa anak-anaknya harus menjadi orang yang lebih baik dari dirinya
yang hanya buruh. Dua orang anak perempuan pak Broto didukung untuk belajar dan
berprestasi di sekolah. Pak Broto membuat kesepakatan dengan anak-anak mengenai
jam belajar mereka setiap hari. Kesepakatan itu bahwa anak-anak bersedia
belajar setengah jam setiap hari sehabis maghrib. Selain itu, pak Broto juga
selalu membesarkan hati anak-anak supaya tidak minder bergaul karena kemiskinan
mereka. Sedangkan bu Broto dengan keterbatasan uang, selalu menyiapkan makanan
seadanya untuk anak-anak. Memastikan anak-anak sudah sarapan sebelum berangkat
sekolah dan menyediakan makan setelah anak-anak pulang. Pemikiran bu Broto yang
sederhana ternyata merupakan bentuk support yang besar untuk kedua anaknya.
Dari dua keluarga itu, saya jadi
kepikir ternyata tiap keluarga menerapkan pola asuh yang berbeda-beda sesuai
dengan pengalaman dan kemampuan berpikir setiap orang tua. Hasil penerapan pola
asuh itu juga akan menghasilkan “produk” anak-anak yang berbeda pula. Prof.
Noor Rohman menyebutkan bahwa tindakan kasar pada anak bukan pendekatan yang
efektif untuk mengurangi perilaku negatif pada anak-anak, karena dapat
menyebabkan kecenderungan agresif pada anak dan peningkatan masalah kesehatan
mental pada anak.
Saya juga tidak memungkiri kalau
anak-anak itu tidak selalu baik dan menurut, terkadang mereka bandel melakukan
tindakan yang negatif dan marah-marah ketika kita mengingatkannya. Kadangkala
tanpa sadar respon emosi kita sebagai orang tua marah dan memberi komentar yang
negatif pada anak. Prof. Noor Rohman mengingatkan jika kita berada dalam
situasi seperti itu, ada satu bentuk positif parenting yang bisa diterapkan
yaitu “mundur dari konflik”. Artinya orang tua tidak melanjutkan “pertengkaran”
tapi keluar dari ruangan dan mengatakan pada anak bahwa orang tua akan ada di
kamarnya jika dia ingin “mencoba lagi”.
Biasanya ketika emosi sedang tinggi dan
kita meninggalkan situasi pencetus emosi, biasanya kadar emosi akan sedikit
turun, dan kita bisa mengontrol diri untuk tidak berkata-kata negatif.
Saat ini yang dibutuhkan adalah
penerapan pola asuh atau parenting positif dalam keluarga karena dengan
menerapkan itu keluarga yang harmonis dan sakinah bisa terwujud. Positif
parenting adalah parenting yang mendukung hubungan orang tua dan anak yang
sehat. Dalam keluarga, anak membutuhkan kasih sayang, perasaan dicintai,
diperhatikan, bimbingan dan dukungan untuk tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan keluarga yang aman dan positif.
Sempat terbersit pertanyaan juga,
ngapain sih menerapkan positif parenting? Prof Noor memberikan alasan mengapa
kita membutuhkan positif parenting:
1. Hukuman fisik pada anak di kemudian hari meningkatkan
kesedihan,kecemasan, depresi, penyalahgunaan narkoba-alkohol dan ketidakmampuan
menyesuaikan diri secara psikologis.
2. Selain “pemukulan” secara fisik, terkadang orang
tua menyakiti anak-anak dengan mempermalukan, memberi label juga memberi
komentar negatif seperti, “kok kamu ga pinter sih?”. Orang tua juga kadang
mengkritik anaknya terus menerus.
Unsur yang terpenting dalam positif parenting adalah orang
tua. Kira-kira bisa tidak sih, positif parenting ini dipelajari? Kebanyakan
orang tua mnegalir saja sebagai orang tua. Intinya kita pengen anak-anak kita
menjadi anak yang baik, lebih baik dari kita dengan “standar dan sudut pandang”
kita. Standar pola asuh setiap keluarga pastinya berbeda untuk mencapai tujuan
keluarga. Seperti keluarga pak Broto yang terus mendukung anak-anaknya untuk
belajar supaya dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Pak Broto
berpendapat bahwa dengan pendidikan akan dapat meningkatkan ekonomi keluarga.
Sedang keluarga Anto berpikir, tidak perlu sekolah yang tinggi asal ada kemauan
untuk bekerja itu sudah cukup.
Menurut Prof Noor, kita bisa mempelajari positif parenting
asalkan mempunyai pondasi yang kuat seperti niat, komitmen, harapan, belajar
bersama, dan saling memahami. Pendidikan parenting positif ini mencakup pengetahuan
dan keterampilan orang tua atau pengasuh untuk child-rearing yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan
perkembangan anak.
Saya yakin jika positif parenting jika diterapkan akan tercipta keluarga bahagia yang jauh dari suasana "panas" penuh emosi di rumah.
we are a happy family |
Karena masih banyak yang mau saya tulis, postingan part 1
sampai disini. Besok bersambung di postingan selanjutnya.
[BERSAMBUNG....]
4 komentar:
isi seminarnya berguna banget ya buat kita sebagai orang tua
untuk jadi orang tua positif tak mudah ya, harus banyak belajar dan punya niat dan komitmen
terima kasih sharingnya mbak Entik
banyak orang sukses setelah sebelumnya melewati banyak rintangan ya mbak, makasih sudah berbagi tulisan ini
@Monda: iya bener banget. kudu punya niat untuk memulai
@bunda Kanaya: iya kita jadi bisa belajar dari mereka yang sukses bahwa kesuksesan itu adalah proses
Posting Komentar