Ketika saya masih kuliah dan belum mempunyai penghasilan
sendiri, sama sekali tidak berpikir untuk saving atau investasi. Uang bulanan
dari orang tua ludes sebelum akhir bulan bahkan uang beasiswa juga rasanya mengalir
tidak bersisa di rekening tabungan. Masa muda yang terpikir adalah have fun saja dengan uang. Apalagi masih
ada orang tua yang selalu bersedia menjadi tempat untuk meminta uang. Urusan
saving uang dan investasi berlaku bagi orang yang mempunyai penghasilan lebih.
Lha kalau mahasiswa kan ga punya penghasilan lebih toh?
Setelah bekerja dan punya
penghasilan sendiri, ternyata kesadaran untuk saving dan investasi belum tumbuh
juga. Menabung saya lakukan jika ada sisa uang bulanan. Alhasil saldo di rekening
ga nambah-nambah malah terkadang berkurang. Maklumlah waktu itu bagi saya,
seorang single tidak perlu pengelolaan keuangan yang rigid karena beban
tanggungjawab saya hanya diri sendiri. Asal semua kebutuhan prbadi tercukupi,
sudah cukup.
Nah, saat menikah semuanya
menjadi berubah drastis. Saya menerima nafkah dari suami dan mempunyai
penghasilan sendiri tapi kebutuhan kami menjadi bertambah. Kami butuh mempunyai
rumah sendiri. Mempunyai rumah berarti harus menyiapkan dana yang tidak kecil
untuk membelinya. Jalan keluarnya adalah dengan menabung sebisanya untuk
membayar DP dan selebihnya kredit.
Sudah kebayang pengeluaran kami
yang semakin bermacam-macam dan besar padahal penghasilan kami sudah digabung. Ternyata
hal seperti itu dapat dikatakan wajar karena semakin besar penghasilan maka
akan semakin besar juga pengeluaran. Namun banyak orang yang tidak
menyadarinya. Misalnya saja ketika penghasilan ketika awal bekerja adalah 1 juta
per bulan, maka orang akan memilih menggunakan angkutan umum untuk pergi berangkat
ke kantor dengan biaya 300 ribu per bulan. Tapi setelah gaji meningkat maka ada
keinginan untuk membeli motor dan selanjutnya mobil sehingga biaya transportasi
“meningkat” seriring dengan penggunaan moda.
Itu baru pos transportasi. Pos gaya
hidup yang lain seperti kebiasan membeli baju brand, makan di resto mewah dan
juga liburan akan ikut meningkat seiring dengan meningkatnya penghasilan tiap
bulannya.
Jadi menurut saya, uang harus
benar-benar dikelola dengan baik supaya tidak “lewat” begitu saja tanpa bersisa
setiap bulannya.
Kemudian saya mulai mencari beberapa bacaan tentang
pengelolaan keuangan keluarga. Beberapa tips keuangan sudah saya coba dan saat
ini saya merasa cocok dengan pengelolaan pola 50-30-20.
Apa itu pola
50-30-20?
Pola ini adalah pola pengaturan keuangan dengan pembagian
pengeluaran dari keseluruhan pendapatan selama sebulan dengan pembagian 50%
untuk kebutuhan pokok, 30% untuk kebutuhan sekunder dan 20% untuk saving dan
investasi.
Kebutuhan pokok mendapat porsi 50% dari penghasilan karena
pos ini adalah pos terbesar dalam hidup seperti makan, membayar sewa rumah atau
cicilan rumah, kebutuhan sekolah anak-anak, listrik, air dan asuransi kesehatan.
Seorang Ibu memegang peranan yang penting untuk mengelola pos kebutuhan pokok
ini. Saya sendiri merasakan susahnya karena terkadang hasrat untuk membeli
barang yang bukan merupakan kebutuhan sangatlah tinggi apalagi kalau melihat iming-iming
diskon, wah kudu kuat hati dan menutup mata supaya tidak tergoda.
Sedangkan 30% dari penghasilan dialokasikan untuk memenuhi
kebutuhan sekunder seperti liburan keluarga, makan di resto, arisan dan sebagainya. Kebutuhan sekunder ini masih
bisa ditawar dalam artian apabila tidak dipenuhi, maka tidak akan ada akibat
yang merugikan bagi kita. Jika bisa ditekan, maka kita bisa memperoleh saving
uang dari pos ini yang bisa dialokasikan untuk kebutuhan darurat keluarga.
Porsi 20% penghasilan adalah alokasi untuk tabungan dan investasi.
Tidak banyak orang berpikir untuk menabung/investasi di awal bulan ketika
mendapat penghasilan. Kebanyakan menabung setelah ada sisa uang di akhir bulan.
Saya juga sempat mengalami masa-masa itu jadi saldo tabungan sangat lambat
bergerak naik karena jumlah uang yang ditabung tidak sama setiap bulan dan cenderung menurun jumlahnya.
belajar merencanakan dan mencatat keuangan keluarga |
Nah, kalau memakai metode ini sebaiknya di awal bulan kita sudah
mengambil 20% dari penghasilan untuk ditabung/investasi. Kita harus berpikir
jangka panjang bahwa di masa yang akan datang kita mempunyai
kebutuhan-kebutuhan yang besar. Jika kita menyiapkan sedini mungkin,
prediksinya di masa depan kita tidak akan mengalami kerepotan urusan finansial.
Seperti misalnya persiapan dana pensiun.
Dulu saya tidak kepikir untuk
menyiapkan dana pensiun karena saya sudah mendapat jaminan dana pensiun dari
kantor tapi setelah baca-baca literatur, ternyata menyiapkan dana pensiun 30
tahun sebelum masa pensiun itu tiba penting juga supaya keadaan financial kita
bisa tetap sama seperti saat kita masih bekerja. Kebayang kan nikmatnya ketika
pensiun tinggal menikmati hidup dan tidak pusing dengan urusan financial. Indahnya
dunia ;)
Nah tidak ada salahnya mencoba menggunakan pola 50-30-20 untuk mengelola pendapatan kita supaya keuangan keluarga kita ama. Kalau keuangan keluarga aman efeknya seluruh anggota keluarga akan nyaman plus hepi karena kebutuhannya terpenuhi dan pastinya manajer keuangannya ga pusing dan jauh dari kata tekor.
yeaaay kami berempat bisa sumringah bareng |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar