Di sisi lain sebenarnya memasak sendiri itu biaya-nya lebih murah dibandingkan kalau kita makan di luar. Ditambah sekarang lagi trend gaya hidup sehat dengan membawa bekal makanan dari rumah. Itu berarti makan masakan dari rumah dan jelas harus ada orang yang bersedia memasak masakan itu di rumah.
Terus terang saja, sejak menikah
saya “memaksa” diri saya sendiri untuk belajar memasak. Sejak kecil saya jarang
banget bantu Ibu memasak di dapur. Saya tahunya makanan sudah terhidang di meja
dan saya tinggal makan saja. Ga pernah terbersit dalam pikiran saya untuk
belajar masak. Sampai pada saat Ibu meninggal dunia, peran memasak di keluarga
saya berpindah ke tangan kakak saya yang pertama. Saya tetep ga punya niat
belajar memasak. Alasannya klise. Males.
Di awal tahun pernikahan, saya
selalu beli sayur/lauk matang di warung untuk makan sehari-hari. Kata “males”
masih saja jadi alasan ampuh. Pokoknya saya jadi punya banyak referensi warung
makan hehe... Mas suami dengan ikhlas ngikut saja dengan gaya makan saya yang
selalu saja beli masakan matang. Dia menerima saya apa adanya yang males masak.
Huhu... hugs my hubby.
Sampai saya punya anak, saya
beruntung punya ART yang pinter masak. Sayangnya ni ART hanya bertahan sebulan
jadi setelah dia ga ada, saya kembali beralih dengan kebiasaan beli masakan
matang. Ketika Ikhsan mulai berusia 6 bulan dan harus makan MPASI, saya terbawa
arus MPASI home made. Jadi saya mulai sering masuk dapur untuk memasak MPASI
Ikhsan. Kalau masak MPASI kan ga musti berasa enak. Hanya mix aneka sayur dan
buah tanpa tambahan bumbu. So lebih
mudah bagi saya yang ga ngerti sama sekali tentang bumbu-bumbu dapur untuk
memasak MPASI.
So far, sebagai isteri menurut saya ga begitu penting bisa masak
atau tidak, yang penting kebutuhan makan keluarga terpenuhi. Sampai suatu masa,
saya mulai dekat dekat teman kantor yang punya hobi memasak. Namanya Lisa. Doh,
temen saya yang satu ini rela ga tidur semalem karena mengerjakan pesanan roti
pisang coklat trus paginya ngantor sampai sore seperti biasa. Awalnya saya
hanya nimbrung saja ketika dia browsing resep-resep. Ternyata asyik juga
baca-baca resep dan liat foto hasil masakannya. Ketika dia nawarin untuk “backing class” di rumahnya langsung saya
iya-kan. Kesempatan belajar memasak yang mungkin ga datang dua kali, batin hati
saya.
Mbak Lisa menawarkan membuat
cookies karena pembuatannya simpel. Saya nurut saja. Saya diajari menimbang
bahan, membuat adonan dan memanggangnya sampai jadi cookies siap makan.
Ternyata simpel. Setelah selesai backing class, mbak Lisa memberi tantangan
kepada saya untuk membuat cookies yang sama itu, sendiri dan hasilnya
ditunjukkan ke dia untuk dinilai sudah cocok di lidah atau belum.
Baiklah saya terima tantangannya
dan sejak saat itu saya resmi belajar memasak di dapur rumah saya. Berkali-kali
mencoba aneka resep cookies, dengan hasil yang kadang bantat atau gosong, sekarang
saya sudah dikatakan “bisa” membuat aneka cookies. Ikhsan-Ikhfan sekarang
paling suka diajak bikin cookies bareng karena saya memperbolehkan mereka
bereksperimen dengan adonan dan membentuknya sesuai dengan selera mereka.
ini nastar keju buatan saya |
Setelah cookies, saya mencoba
resep sayur dan lauk. Awalnya saya akui, rasa masakan saya masih di bawah
rata-rata. Saya sebenarnya malu tapi mas suami tetep makan masakan saya dan
memuji,” rasanya lumayan enak kok..”
Ga tau ya, kalau dipuji suami
sendiri kok rasanya hati bertambah pede aja untuk masak lagi. Apalagi kalau
lihat mas suami makannya habis bahkan nambah. Duh rasanya seneng banget.
Kekuatan cinta kali ya?
Tahap selanjutnya adalah belajar
masak sayur kesukaan suami. Nah kalau ini saya kudu ngintip cara pembuatannya
di rumah mertua karena sayur tumis oyong kesukaan suami adalah yang dibikin ibu
mertua. Saya berhasil melihat proses pembuatan sayur tumis oyong di rumah Ibu
mertua sebelum beliau meninggal.
Saya mencoba memasaknya dengan
variasi sendiri yaitu tanpa cabe karena perut mas suami ga kuat dengan citarasa
pedas. Eh, ternyata mas suami doyan juga. Sekarang tumis oyong jadi salah satu
sayur favorit mas suami di rumah. Kalau pulang dari luar kota yang dikangenin
adalah tumis oyong buatan saya.
Katanya, “di hotel ga ada tumis
oyong. Aku bosen sama masakan hotel, pengen makan masakan rumah. Rasanya lebih
enak.”
Siapa yang berbunga-bunga tuh
kalau denger kalimat kayak gitu. Saya jadi percaya dengan kalimat yang pernah
saya baca di salah satu tabloid bahwa “taklukkanlah suamimu dengan masakan.”
Ternyata bener juga ya, kalau
lidah dan perut sudah ditaklukan, kaki pasti akan melangkah ke rumah untuk
mencari masakan favorit. Bisa ditebak, yang masak bakalan dapat reward “macem-macem” dari mas suami.
Selanjutnya saya belajar masak
masakan yang disukai ikhsan-ikhfan. Cari resep kemudian trial and error. Hasilnya kadang enak kadang enggak tapi saya tetep
aja masak. Alhasil sekarang Kakak Ikhsan selalu merindukan sayur sop so-on dan
sambel geprek buatan saya. Sedangkan adik Ikhsan selalu lahap makan sayur lodeh
bayam dan sop sayuran masakan saya.
Alkhamdulillah berhasil juga membuat
masakan favorit mas suami dan anak-anak. Selain masakan itu, saya belum mahir.
Jadi jangan suruh saya masak aneka ikan/daging dan sayur yang susah proses
pembuatannya. Dijamin ga enak hehe...
Saya musti banyak belajar praktek
resep-resep masakan lain. Mumpung semangat belajar memasak masih membara. Nah,
siapa yang mau ngajakin saya backing
class, silahkan colek-colek saya ya..
Tujuan saya belajar memasak paling
tidak sudah tercapai yaitu berhasil memikat hati anggota keluarga dengan
beberapa masakan saya [maksudnya masakan tertentu yang jelas cocok di lidah
mereka saja lho, bukan lidah orang lain. Tetep belum pede dengan masakan
sendiri]. Ceritanya pengen membuat
sejarah di rumah dengan masakan. Biar kalau mereka jauh dari rumah, cepet pulang
ke rumah karena kangen pengen makan masakan saya hehe...
Bagaimana dengan teman-teman?? share dong
7 komentar:
Mba pulper dirumah masakan sundanya enak bingits
terus ada Mama juga yang sesekali masih masak kalau ada spesial request misalnya dendeng balado, masakan padang gitu deh.
Biasanya baking aja sesekali cooking tapi berhubung weekend banyak acara kadinyas ering makan diluar sementara weekday udah tepar he he he
pengen juga kayak mba fitri, punya asisten yang bisa masak hehe...[ini alesanku males masak keluar lagi]
aku kalau weeken seringnya juga makan di luar. Kasian juga orang rumah terkontaminasi terus sama masakanku hehe...
Saya termasuk nggak pinter masak. Baru belajar memasak ketika menikah dan punya anak. Sempat ikut kursus dan demo-demo memasak gitu. Tujuan saya sederhana, ingin menyediakan menu sehat untuk keluarga. Lama-lama senang juga memasak.
saya dulu awal nikah nggak bisa masak mba, tapi demi suami kudu belajar walau rasanya kacau hihi. salam kenal mba, cookiesnya kelihatan nyummy ^^
kata embah dulu "jika engkau pengen mencuri hati pria, maka tusuklah perutnya". mungkin maksudnya kita kudu pinter masak gitu ya...
Nggak harus pinter masak sih, minimal bisa, untuk ngirit. Kalau beli diluar terus atau catering juga lama2 pada bosen. Kadang keluarga pengin juga masakan rumah yg simple. Aku santai aja sih, kalau ada waktu ya masak, kalau enggak ya beli. Kebanyakan beli utk makan siang & snack krn sering nggak sempat & harus makan besar. Kalau pagi & malam biasanya masak sendiri yg ringan2 saja krn perut gak boleh dihajar makanan berat terus.
gak bisa masak
tapi bisa bikin nastar keju??
wow wow
itu hebat banget mama entik
Posting Komentar