Tema lima hari sekolah dari hari senin-Jumat selama 8 jam, sekarang menjadi perbincangan yang hangat bagi orang tua yang mempunyai anak usia sekolah. Wacana lima hari sekolah ini digulirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa hari sekolah dilaksanakan delapan jam sehari atau 40 jam selama lima hari (Senin-Jumat). Jadi anak-anak akan berada di sekolah dari jam 07.00 pagi sampai jam 15.00 sore. Dan rencananya kebijakan ini akan dimulai Juli mendatang bersamaan dengan tahun ajaran baru 2017/2018.
Beberapa hari yang lalu
pas nganter Ikhfan ke TK, saya sudah dicegat ibu-ibu yang lain diajak ngobrolin
wacana 5 hari sekolah itu. Sebagian besar merasa galau, karena belum bisa
membayangkan bagaimana prakteknya 5 hari sekolah. Kekhawatiran anak akan merasa
kelelahan di sekolah sampai bagaimana makan siangnya? Sebagian ibu-ibu ini
mempunyai anak yang duduk di TK Bdan akan masuk SD pada tahuan ajaran 2017/2018
ini. Jadi bisa dipahami kalau mereka
terlihat galau membayangkan anak mereka akan sekolah dari pagi sampai sore.
Yang paling membuat
galau adalah urusan makan siang anak-anak. Kalau di sekolah tidak menyediakan
catering berarti harus bawa bekal makan siang dari rumah. Nah, untuk menyiapkan
bekal makan siang yang sehat dan bergizi bakal jadi kerepotan tersendiri bagi
ibu-ibu
“Kalau nanti akhirnya
anakku malah jajan di sekolah yang jajanan ga sehat itu nanti gimana? Kalau
malah kena sakit typus gimana?” kegalauan terlontar dari bibir mereka.
“Apa ya, bener ntar Juli
dilaksankan tuh lima hari sekolah? Lha kalau anak-anak yang kelas 1 SD pada
ngantuk gimana?” komentar lain bermunculan.
Ah, pembahasannya
semakin hangat karena ibu-ibu itu melihat dari sudut pandang mereka
sendiri-sendiri. Saya pun berkomentar dari sudut pandang saya. Kemarin (Rabu,
14 Juni 2017) saya sempat membaca wawancara Kompas dengan Menteri Pendidikan
mengenai hal ini. Disebutkan bahwa esensi dari kebijakan lima hari sekolah itu
adalah Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang wujudnya bukan berupa materi
pelajaran yang diajarkan di depan kelas, melainkan dalam bentuk kegiatan di
bawah tanggung jawab guru dan sekolah. Tambahan 2 jam (dari jam 13.00-15.00)
diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler, termasuk juga kegiatan krida, karya
ilmiah, atau olah bakat.
Jadi istilah yang
dipakai bukan full day school tapi
PPK dan pelaksanaannya tergantung kesiapan sekolah masing-masing.
foto: Koleksi Pribadi |
Saya baca di pasal 9
Peraturan Menteri ini, disebutkan bahwa pemerintah baik pusat dan daerah (sesuai
kewengangannya) wajib menjamin pemenuhan sumber daya pada sekolah yang
diselenggarakan oleh pemerintah termasuk akses transportasinya. So menurut persepsi saya, untuk
pemenuhan sumber daya sekolah negeri akan di support oleh pemerintah. Namun
pemenuhannya secara bertahap. Kalau sekolah tersebut menyatakan diri sudah siap
maka, kebijakan lima hari sekolah dapat dilaksanakan.
Lima hari sekolah bagi
anak-anak yang orang tuanya bekerja dan mempunyai hari libur yang jatuh pada
hari sabtu-minggu memang rasanya pas karena anak-anak mempunyai hari libur yang
sama dengan orang tua. Kalau untuk orang tua yang tidak bekerja kantoran
seperti di pedesaan, mungkin perlu adaptasi dengan waktu sekolah anak. Masa
adaptasi inilah yang takes time dan
mungkin akan ada riak-riak masalah dalam proses itu karena terkait adat
kebiasaan masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Kebiasaan kegiatan anak di
sore hari seperti mengikuti madrasah, TPA, kegiatan hobi atau bahkan membantu
orang tua bekerja mungkin akan sdikit terganggu dengan perubahan waktu sekolah
menjadi 5 hari. Ada lagi misalnya tentang hal-hal khusus seperti anak yang
kesehatannya tidak begitu fit dibanding anak-anak yang lain, sehingga kalau
beraktivitas di sekolah sampai sore sangat melelahkan tubuhnya. Masa adaptasi inilah yang membutuh bertahun-tahun sampai ketemu titik keseimbangan. Tidak bisa ujug-ujug langsung menjadi keseimbangan
kebiasaan dalam masyarakat.
Jika dilihat,
sebenarnya, waktu libur sabtu-minggu memang memberi kesempatan bagi orang tua
untuk memanfaatkan waktu bersama anak-anak. Quality
dan quantity time anak-orang tua diharapkan
akan semakin terjalin. Dengan catatan, orang
tua berkesadaran penuh untuk memanfaatkan waktu itu bersama anak-anak
sehingga komunikasi yang baik akan terbangun. Kesadaran memanfaatkan waktu
bersama anak adalah sebuah komitmen yang tidak mudah bagi orang tua. Sadar atau
tidak terkadang orang tua “mengabaikan” anak ketika di rumah. Misalnya saja ketika
gadget sudah di tangan, waktu akan tersita oleh gadget entah itu urusan
pekerjaan orang tua atau hanya untuk sekedar fun. Sebagian besar orang tua
pasti memiliki smartphone berbasis android dan sepertinya menjadi sesuatu yang
lumrah ketika anak mengajak bicara orang tua, tetapi tatapan mata orang tua ada
di layar handphone.
Jadi adanya hari libur
sabtu dan minggu bagi anak membutuhkan komitmen yang tinggi dari orang tua
untuk memanfatkannya karena sebenarnya pendidikan anak bermuara di rumah.
Bahkan banyak pakar parenting mengatakan bahwa pendidikan pertama anak adalah
Ibu. Ketika orang tua (rumah) tidak lagi mampu memberikan pendidikan bagi anak
maka lahirlah sekolah yang mengisi kekurangan itu.
Saya sendiri tidak ingin
masuk pusaran pro kontra kebijakan lima hari sekolah yang rencananya akan
digulirkan pemerintah pada awal tahun ajaran 2017/2018 bulan Juli ini. Biarlah
pemerintah yang memikirkan dan menyiapkan segala sarana dan prasarana untuk
mendukung program PPK tersebut. Adanya pemikiran mengenai masalah sebaiknya
program itu sebaiknya dilakukan secara bertahap, dipilih sekolah-sekolah
sebagai sekolah percontohan di daerah, urusan makan siang anak di sekolah,
kesiapan guru untuk mengisi kegiatan PPK dan support pembiayaan pengadaan
prasarana yang mendukung dari Pemda sebaiknya memang dipikirkan oleh
Pemerintah. Mari kita berdoa saja semoga kebijakan ini memberi dampak positif
bagi pembangunan generasi bangsa Indonesia yang berkarakter baik.
Sebagai orang tua, ambil
saja porsi bagian kita dari kebijakan itu. Saya sendiri lebih prepare pada bagaimana bisa spend quality time di waktu weekend
bareng Ikhsan-Ikhfan. Kebetulan Ikhsan sekolah di sekolah berbasis agama Islam
hari Senin-Jumat, jam 07.00-14.30 sedang Ikhfan sekolah di TKIT hari
Senin-Jumat jam 08.00- 11.30. Kami berempat mempunyai hari libur yang sama
yaitu Sabtu-Minggu.
Pengalaman saya, ketika
hari sabtu datang, hasrat hati ingin tidur molor dan gelegoran di kasur sepanjang siang untuk menghilangkan penat
bekerja seminggu. Tetapi ternyata hal itu kontra dengan keinginan Ikhsan-Ikhfan
yang minta ditemani bermain atau mengajak jalan-jalan keluar. Kami
musti kuat hati mengalahkan keinginan untuk gelegoran istirahat di kasur dan akhirnya kami ikutan mereka main, demi memanfaatkan waktu kebersamaan.
So, semoga kebijakan lima hari sekolah ini diimbangi dengan persiapan yang matang dari semua pihak yang berwenang termasuk orang tua. Kita menginginkan Indonesia mempunyai generasi yang berkarakter baik. Jadi berperan serta dan mengambil porsi sesuai kewenangan kita masing-masing menurut saya adalah sesuatu yang lebih bermakna. Sebagai orang tua, persiapan manajemen waktu dengan anak-anak terkait jam sekolah mereka juga harus benar-benar dipersiapkan. Semoga hal ini tidak menjadi beban masalah baru bagi orang tua dan anak.
Support dari Pemerintah untuk mensosialisasikan tentang pentingnya peran keluarga dalam pendidikan perlu terus digulirkan sampai ke level masyarakat terbawah supaya keluarga (orang tua) benar-benar bisa mengambil perannya dalam pendidikan anak untuk mewujudkan generasi bangsa yang lebih baik.
4 komentar:
saya juga sempat galau dgn full day school ini karena anak saya jam 14.00 sekolah agama
Sebenernya memang asyik kalau 5 harinsekolah ya mak, weekend bisa liburan bareng keluarga. Tapi kalau terlalu siang pulangnya, beneran keder nyiapin makan siang deh
Pendidikan keluarga memang mengambil porsi terbesar, sedangkan pendidikan sekolah dan lingkungan sebagai pembentuk karakter sosial anak.
Krn ankku msh kecil, aku blm ngerasain bakal gmn bedanya sih mba :D. Ntahlah.. Kalo skr ini aku cendrung setuju, krn aku sendiri toh kerja.. Jd kalo anak sabtu minggu ga sekolah, biar sama kayak aku kan liburnya :) .. Aku liat nanti dulu gmn bakal berjalan.. Tp setuju ttg makanan.. Hrsnya dr sekolah menyediakan catering yg baik yaa.. Kalo ga gitu, berarti pengasuh anakku ditambahin job desknya, hrs masak utk makan siang anakku :D
Posting Komentar