Saya adalah
generasi tahun 90an, saat-saat awal yang namanya internet mulai dikenal oleh
anak-anak muda di Indonesia. Di tahun pertama saya SMA, saya mulai mengenal
yang namanya email atau surat elektronik, website dan chating-chating ala IMRC
maupun YM. Cara menggunakan internet saya peroleh dari teman-teman dan juga pernah
sekali ikutan workshop gratisan tentang internet.
Waktu itu, bisa
menggunakan internet tuh sesuatu banget deh karena belum banyak anak-anak muda
sebaya saya yang bisa pake internet. Jadi rasanya seneng banget sampai mungkin
terlalu seneng sampai tiap hari ada perasaan pengen menyambangi warnet untuk
sekedar chating lewat MIRC.
Kala itu belum
ada smartphone dan penggunaan handphone pun masih terbatas kalangan tertentu
saja, jadi warnet menjadi idola orang-orang yang ingin menggunakan internet-
termasuk saya. Namun selang 15an tahun, keadaan sudah sangat berbeda.
Saat ini
penggunaan smartphone semakin marak dan akses internet sangat mudah diperoleh.
Menurut APJII & Puskakom UI/2015, rentang usia pengguna internet pun
semakin beragam. Usia 18-25 tahun menduduki rating tertinggi sebesar 49 %
disusul usia 26-35 tahun sebesar 33,8% dan usia 36-45 tahun sebesar 14,6%. Saat
ini pengguna internet di Indonesia mencapai 88,1 juta orang. Sebuah jumlah yang
sangat besar dibandingkan jaman saya remaja dulu.
Tidak bisa
dipungkiri bahwa anak-anak sekarang adalah anak-anak digital native. Saya yang sekarang sudah berstatus sebagai orang
tua terkadang masih kudet bahkan gagap terhadap teknologi internet yang
berkembang pesat ini. Jiwa usia di atas 30 mungkin berbeda dengan jiwa
anak-anak muda di rentang usia 18-25 tahun. Hasrat untuk ingin tahu dan update
perkembangan dunia internet lebih besar dibanding yang usianya diatas 30. Saya
menyadari bahwa kehadiran internet ini adalah sebuah cara baru untuk
mengeksploarsi banyak hal, bekerja, menyimpan file, menyebar informasi dan juga
pesan, mem”branding” diri, eksis dengan berbagai macam media sosial , bermain
games dan hiburan, serta bisa untuk mencari uang.
Dari sederet
kegunaan internet itu, ternyata games dan hiburan menjadi sesuatu yang menarik
bagi anak-anak seusia Ikhsan (9th). Survei YKBH tahun 2015 juga
menunjukkan bahwa 20 % anak usia 9-12 tahun bermain games melalui internet.
Saya juga agak terkaget-kaget ketika Ikhsan yang sejak duduk di kelas 1 SD, sering
minjam handphone saya dan bilang mau download.
“Ibu, pinjem
hape-nya aku mau download..”
“Download?”
“Ho o, aku mau
donlot game,” jawab Ikhsan santai.
Lha, saya yang
merasa belum pernah ngajarin dia untuk mendownload sebuah game dari playstore
jadi kaget. Nih anak dapat “ilmu” download dari mana?? Usut diusut ternyata
Ikhsan trial &eror dengan
handphone saya. Ditambah dapat ilmu dari asisten saya di rumah yang berumur 17
tahun. Pong...saya merasa kecolongan. Anak-anak digital native ternyata sangat
cepat belajar sesuatu yang baru tentang teknologi. Terkadang mereka belajar
sendiri dengan trial &eror atau
dari teman-teman sebaya.
Saya sejak dulu
memang tidak suka bermain game, saya malah merasa bosan kalau terlalu lama
bermain game tapi saya lihat Ikhsan atau teman-temannya selalu terlihat seru
kalau bermain game apalagi kalau mainnya rame-rame. Setelah cari-cari info,
saya baru tahu beberapa alasan mengapa anak-anak sangat senang bermain game.
Ini beberapa alasannya:
1.
Itu sesuatu yang menyenangkan
dan mereka berada pada usia bermain.
2.
Anak-anak tumbuh dan berkembang
secara fisik dan psikologis dengan bermain
3.
Sedang eksplorasi dengan rasa
ingin tahu yang tinggi (couriousity)
4.
Disediakan orang tua
5.
Ingin dan senang berkompetisi
6.
Senang bergaul
7.
Ingin melepas stres, kejenuhan,
kebosanan dari aktivitas sehari-hari.
Terus terang sekarang saya sedang belajar
berkompromi dengan cepatnya laju teknologi di internet dengan perkembangan dan
keinginan ikhsan-ikhfan untuk berinteraksi dengan internet entah melalui
youtube, game ataupun website. Bagaimana sih seharusnya kita sebagai orang tua
bersikap terhadap laju arus perkembangan informasi dan teknologi terhadap anak-anak
kita yang masih di rentang usia 6-12 tahun?
Ortu
melek teknologi
Menurut saya, orang tua jaman sekarang
“wajib” tahu tentang perkembangan informasi dan teknologi. Kita musti tahu
game-game apa yang lagi nge-hits termasuk cara mainnya karena terkadang ada
beberapa game yang sampai di level tertentu ada sisipan konten pornografinya
seperti gambar-gambar perempuan dengan baju minim dan pemain harus menembakkan
peluru dengan memencet-mencet bagian dada si kartun perempuan yang minim baju
itu untuk naik ke level selanjutnya. Saya sempat kecolongan kejadian kayak
gini. Waktu itu Ikhsan maen game soccer, saya liat sekilas aman karena game itu
ratingnya untuk anak-anak. Lha kok di level tertentu musti melakukan “pencetan”
kayak gitu. Lha untungnya Ikhsan kok ya cerita ke saya. Saya-nya yang shock,
dasar saya ga suka game jadi kadang males ngecek cara maen game dan melihat
Ikhsan maen.
“weh lha dalah kak Ikhsan...itu game saru. Hayuk dihapus saja.., kayaknya itu
game ga cocok untuk anak seumuran kakak deh,” komentar saya.
Setelah diskusi panjang, akhirnya Ikhsan
bersedia menghapus game itu.
Selain itu, orang tua juga harus tahu
rating game, mana game yang untuk usia 3 tahun, 6 tahun dan usia-usia di atasnya.
Jangan sampai anak usia 6 tahun memainkan game untuk usia 17 tahun yang
ratingnya mature.
Urusan media sosial juga perlu diketahui. Ada
beragam media sosial yang melambai-lambai untuk diikuti. Biasanya anak-anak
usia remaja sudah mulai join beberapa media sosial. Saya pernah dapat saran
dari seorang teman bahwa orang tua harus bener-bener memantau media sosial yang
diikuti anak-anaknya terutama grup-grup di smartphone karena di grup
konten-konten pornografi sangat mudah masuk dan kadang orang tua kesulitan
untuk mengetahui. Berbeda dengan media sosial selain grup di smartphone yang bisa diakses orang tua
dengan lebih mudah.
Ikhsan kemarrin sudah mulai
merengek-rengek punya BBM karena teman sekelasnya sudah ada yang punya BBM.
“Ibu aku kemarin ditanya Ra*** berapa
nomer PIN BBM-ku? Aku pengen punya BBM,” rengen Ikhsan.
“Lha mau buat apa BBM-an?” tanya saya.
“Ya, ben sama kayak temenku..” jawab
Ikhsan polos.
“Eh, bu..., PIN BBM itu apa sih?”
Saya pengen ngakak sambil tepok jidat, nih
anak umur 9 tahun mau ngapain pada BBM-an?? PIN BBM aja belum mudeng.
Permintaan itu langsung saya tolak.
Berkomunikasi
dengan Anak
Sebagai orang tua, kita harus menyadari
bahwa anak-anak kita adalah digital native, jadi kita tidak bisa menolak atau
mencegah mereka bersentuhan dengan informasi dan teknologi. Menurut saya, orang
tua harus mempunyai pola komunikasi yang baik dengan anak sehingga hal-hal yang
krusial seperti penggunaan internet dapat dikomunikasikan kepada anak dengan
baik pula.
Orang tua tidak bisa memaksakan kehendak
dengan melarang anak menggunakan gadget tanpa alasan yang rasional dan bisa
diterima anak. Kita harus menjaga dan menghargai perasaan anak-anak.
Menjelaskan dengan hati-hati tentang sisi baik dan buruknya penggunaan internet
dari sudut pandang anak kita (sesuaikan dengan usia anak). Selanjutnya kita
bisa membuat kesepakatan dengan anak mengenai aturan penggunaan gadget serta
konsekuensinya jika kesepakatan itu dilanggar.
Saya sekarang juga mulai membuat
kesepakatan dengan Ikhsan mengenai total waktu dalam sehari dia boleh bermain
game di hanphone. Saya dan Ikhsan sepakat, maksimal 2 jam dalam sehari Ikhsan
boleh maen game.
Saya memang membolehkan Ikhsan bermain
game setiap hari dengan batasan waktu maksimal 2 jam, dengan catatan kalau
melebihi batas maksimal, besoknya ikhsan tidak bisa lagi bermain game sama
sekali. Selama ini bisa berjalan, walau kadang kalau kondisi saya capek, saya
kadang lupa untuk mengingatkan Ikhsan tentang batas waktunya. Ikhsan juga malah
hepi saja kalau saya lupa...
Beberapa kali, saya juga menyempatkan
ngobrol tentang efek negatif kecanduan game sama Ikhsan. Karena sering saya
ajak ngobrol tentang topik itu, nih anak kayaknya mulai punya pikiran sendiri
kalau maen game kelamaan itu ga baik. Jadi kalau saya ingatkan tentang batas
waktu maen gamenya, ikhsan langsung dengan ikhlas tanpa perlawanan menghentikan
permainannya. Saya tersenyum sendiri mendengar kesimpulan Ikhsan dari obrolan
kami tentang dampak negatif bermain game;
“berarti orang yang kecanduan game itu
merusak dirinya sendiri ya bu? Sama saja membunuh dirinya secara pelan-pelan.
Aku ga mau kecanduan game...”
Membangun komunikasi yang baik dengan anak, akan membantu kita memahami perasaan anak dan memudahkan kita memberi nasehat dengan bahasa dan sudut pandang anak kita. Jadi anak tidak merasa terlalu banyak diatur dan diperintah oleh orang tua.
Be a good model
Terus terang saya masih
berusaha keras untuk menjadi model pengguna internet yang bijak dan baik bagi
ikhsan-ikhfan di rumah. Kalau bikin kesepakatan atau aturan bagi anak tentang
batasan waktu maksimal menggunakan gadget, kita sebagai orang tua juga kudu
konsisten memberi contoh bahwa sebagai orang tua juga ada pengaturan waktu
untuk menggunakan gadget di rumah.
Kalau saya, karena saya
sering banget “cerewet” mengingatkan Ikhsan ketika batas waktu maen game-nya
habis, saya tidak pernah main game lewat gadget di depan ikhsan-ikhfan. Saya
buka handphone hanya untuk mengecek notifikasi pesan. Jadi harap maklum kalau
kadang saya slow repons bingit sama notifikasi pesan-pesan yang masuk ke
handphone.
Menjadi contoh yang baik bagi anak, bagi saya adalah sesuatu yang tidak gampang dilakukan. Karena terkadang kita toh juga ga bisa melepas gadget ketika kita berinteraksi dengan anak-anak di rumah.
Tapi paling tidak saya berusaha untuk menjadi lebih baik dan lebih bijak dalam ber-internet karena anak-anak belajar menggunakan internet dengan baik dengan melihat bagaimana orang-orang di dekatnya berinteraksi dengan internet. Orang tua adalah orang terdekat anak di rumah. Jadi memulai segalanya dari rumah adalah sebuah pilihan yang bijak.
ikhfan-ikhsan |
5 komentar:
anak2 sekarang memang beda ya
Pernah liat masih baby di stroller aja udah pegang gadget sendiri
kalau anak2 dirumah memang suka lagi suka bgt maen game ataupun buka channel youtube..
Sekarang dibatasi weekend aja itupun masih dibatasi maksimal 2 jam saja karena kalo udah pegang gadget lepasnya susah dan jadinya gak fokus, lebih agresif dan jadi agak tidak patuh.
Begitu kalau anak2 dirumah
ikhsan juga mulai tak batasi waktu menggunakan game. Walau kadang kadang protes masih pengen maen lagi
Memang ya mbak pengaruh lingkungan juga bisa menjadi faktor kenapa anak2 sekarang melek tehnologi gadget lebih dini.karena itu parenting control tetap diutamakan.slm knal y mb (@cputriarty)
@putri:
bener banget, lingkungan memberi pengaruh yang besar bagi anak2. Sepakat untuk mengutamakan parenting control.
salam kenal balik..
Berhubung anak saya msh balita, jd dis cmn suks game2 edukatif aja, itupun tetap saya batasi waktunya
Posting Komentar