Saya dibesarkan oleh orang tua yang sangat peduli tentang pentingnya pendidikan bagi anak. Ibu adalah orang pertama yang selalu mendorong saya untuk memperoleh pendidikan yang baik. Saya selalu ingat kata-kata motivasi Ibu kepada saya,”Jadi anak perempuan harus sekolah yang baik. Kamu harus kuliah di universitas negeri karena ibu tidak punya cukup uang untuk membayar kuliah di universitas swasta. Perempuan harus punya penghasilan sendiri, supaya posisi kamu ketika berumah tangga tidak dipandang rendah oleh suami dan keluarganya. Kalau kamu punya penghasilan sendiri, kamu bisa berbagi penghasilan dengan suamimu.”
Ibu
memang bekerja sebagai pegawai negeri di instansi pemerintah. Ibu adalah
perempuan yang kuat yang pernah saya kenal. Sejak saya kecil, saya jarang atau
hampir tidak pernah mendengar ibu mengeluh masalah keuangan ataupun
kerepotannya mengurus 4 orang anak dengan jarak usia 2 tahun, yang terpaksa
tidak punya pembantu sejak adik bungsu saya berusia 4 tahun. Ibu tetap bisa
membagi waktu antara pekerjaan di kantor dengan mengurus rumah. Ibu juga masih sempat
mengajari kami mengerjakan PR atau menemani mengulang pelajaran di sekolah.
Di keluarga
kami, Ibu adalah orang yang pertama bangun pagi dan tidur paling akhir.
Menyiapkan sarapan dan menyediakan lauk untuk siang sampai malam untuk kami
dilakukan pagi sebelum Ibu berangkat kantor. Bahkan di malam hari, Ibu masih sibuk
membuat lauk yang tahan sampai beberapa hari, seperti srundeng kelapa, kering
tempe atau peyek kacang, untuk persediaan lauk.
Ketika
saya mulai masuk SMP, Ibu beberapa kali mengalami pendarahan dan harus opname
di RS. Kami, anak-anaknya tidak tahu persis sakit yang diderita Ibu karena
Bapak dan Ibu tidak pernah memberitahu kami. Kami cuma diberitahu kalau Ibu
butuh istirahat sebentar dan besok akan pulih lagi. Yah, kami juga tidak banyak
bertanya karena pada kenyataannya setelah Ibu pulang dari RS, Ibu tetap
melakukan aktivitas seperti biasa- mengurusi rumah- seolah tidak pernah sakit.
Ibu tidak mengeluh sama sekali. Ibu adalah wanita yang paling kuat menahan rasa
sakit di tubuhnya.
Setelah saya dewasa dan menikah barulah saya tahu kalau dulu Ibu terserang cancer di ususnya. Penyakit Ibu seakan menjadi sebuah informasi tertutup bagi anak-anaknya, karena Ibu tidak ingin anak-anak terlalu mengkhawatirkannya. Ibu ingin tetap hadir bersama kami dan menjalani aktivitas tanpa rasa sakit atas penyakitnya. Pengobatan alternatif yang dijalani Ibu memang memberi dampak yang positif bagi Ibu, karena Ibu tetap bisa menjalani aktivitasnya seperti biasa. Terlihat tanpa rasa sakit dan itu berlangsung hingga lebih dari 10an tahun. What a great mother..., a survivor...
Dan
ketika Ibu meninggal tahun 2000 yang lalu, saya benar-benar terpukul karena
saya baru memasuki semester 4 di Universitas. Saya merindukan pelukan hangat
Ibu ketika melihat IPK saya bagus. Saya merindukan nasehat-nasehatnya bagaimana
seharusnya menjadi perempuan itu. Bahkan Ibu belum sempat mewariskan
resep-resep masakan favoritnya. Karena Ibu selalu melayani kami. Saya dan 2
kakak perempuan saya yang notabene anak perempuan jarang sekali diminta Ibu
membantu memasak di dapur karena Ibu takut mengganggu waktu belajar kami. Ah,
ya kami hanya diminta belajar dan menjadi perempuan yang terdidik.
Pendidikan
adalah prioritas utama Ibu untuk kami, anak-anaknya. Kalau minta uang buat beli
buku atau urusan sekolah pasti Ibu akan beri, tapi kalau urusan lain belum
tentu ibu kasih. Saya sendiri, entah kenapa sejak kecil ingin bersekolah di sekolah
favorit di Jogja mulai SMP, SMA dan universitas. Saya merasa senang dan bangga
kalau nilai saya bagus dan saat saya tunjukan kepada Ibu, saya melihat raut
muka ibu yang merona merah dan senyum yang mengembang bahagia diiringi pelukan
hangatnya seraya mengucap syukur dan berkomentar, “ah, cah pinter..., bijimu apik, Ibu seneng.” (ah, anak pandai..., nilaimu bagus, Ibu senang).
Kalimat
Ibu hanya sederhana, tapi ternyata melecut semangat dan motivasi saya untuk
belajar.
Nasehat
Ibu, kini benar-benar saya rasakan manfaatnya. Setelah bekerja, menikah dan
punya anak, saya baru merasakan bahwa ternyata seorang perempuan memegang
peranan yang penting dalam kehidupan keluarga. Menjadi perempuan yang pintar
dalam segala hal akan sangat mempengaruhi orang-orang yang tinggal dalam
keluarga, terutama anak-anak yang notabene adalah generasi penerus bangsa. Jadi menurut saya benar, jika dikatakan bahwa di tangan perempuan lah sebuah generasi itu lahir dan terbentuk.
Suasana
dalam keluarga terbentuk oleh ibu. Percaya atau tidak, saya membuktikan kalau
mood saya bagus dan saya tidak terpancing emosi, suasana rumah juga ikut hangat
dan tidak ada emosi disana. Kalau suasananya dah enak, anak-anak juga lebih
mudah untuk diatur, diajak belajar dan komunikasi. Suami juga seperti itu.
Kalau mereka nyaman dan merasa termotivasi dari rumah, saya yakin anak-anak dan
suami akan berprestasi di sekolah dan kantor.
Menurut
saya, perempuan harus mendapat pendidikan yang cukup, minimal dia harus sekolah
sampai SMA – tapi kalau syarat minimal Ibu saya adalah sarjana-. Hanya dengan
pendidikan, perempuan dapat "berpikir" dan membuat dia open mind terhadap sesuatu yang baru
sehingga bisa mengikuti perubahan.
Urusan
pendidikan anak, gizi keluarga sampai financial
planning keluarga biasanya ada di tangan perempuan. Kalau perempuan tidak
cerdas, bisa dibayangkan arah tujuan keluarga yang dibangun akan seperti apa.
Sebagai
ibu di rumah, perempuan adalah manager
dalam rumah tangga. Banyak hal terkait urusan rumah tangga adalah tanggung
jawab ibu. Sebuah tanggung jawab yang besar karena ibu harus mengurus dan
melayani suami, anak-anak, anggota keluarga lain dan dirinya sendiri. Seorang
ibu harus bisa memastikan kelancaran operasional di rumah, mulai dari mengurus
kebersihan rumah, penyediaan kebutuhan logistik rumah, merawat dan memastikan
semua anggota keluarga terlayani.
Tuh,
kan banyak dan besar tanggung jawabnya. Ibu sebagai perempuan harus bersedia
memberi perhatian dan waktu untuk mengelola tugas dan tanggungjawabnya secara
ikhlas dan sepenuh hati. Tidak harus semua dikerjakan sendiri, kita bisa minta
tolong orang lain untuk melakukan beberapa tugas yang memang bisa didelegasikan
tetapi semuanya di bawah kontrol kita.
Melakukan
sendiri semua tugas dan tanggung jawab selaku manajer rumah tangga sangat
suasah dan hampir tidak mungkin dilakukan terutama bagi perempuan pekerja
seperti saya. Perempuan tetap butuh bantuan orang lain seperti suami, keluarga
atau asisten rumah tangga untuk berbagi melakukan tugas rumah tangga yang tidak
bisa dilakukan oleh ibu.
Saya
banyak belajar dari Ibu saya, bahwa sebagai perempuan kita harus tangguh dalam
segala kondisi. Bisa mengelola emosi dan selalu bersikap manis pada anak-anak
dan suami. Harus pandai mengatur keuangan, jangan boros, dan yang penting ada
uang untuk sekolah, kata Ibu dulu. Kalau jaman sekarang sih, mungkin setara
dengan kemampuan financial planning.
Sepertinya
hal yang remeh, mengelola keuangan keluarga tapi kalau tidak dikelola dengan
bijak, bisa berakibat fatal. Keuangan keluarga bisa terkena krisis karena besar
pasak dari pada tiang. Dampaknya? Wuih, seluruh anggota keluarga termasuk suami
dan anak-anak yang akan merasakan. Tidak mudah, saya juga dalam proses belajar.
Perempuan memang memegang peran strategis dalam keluarga. Urusan gaya hidup dan
pola makan keluarga juga ditentukan perempuan. Bener ga? Setelah menikah saya
baru merasakan hal ini karena keputusan memilih menu makan keluarga hampir 100
persen ada di tangan saya. Apakah saya mau masak sendiri, beli sayur matang
ataukah makan di resto, itu kebanyakan yang memutuskan saya.
Untuk
urusan jalan-jalan keluarga, saya ikut andil besar memutuskan. Bahkan model
baju anak-anak dan suami, saya ikut memberi masukan walau kadang akhirnya saya
yang menentukan. Belum lagi keputusan untuk membeli rumah, desain rumah sampai
jenis mobil/motor yang akan dibeli, pasti sebagai istri yang juga perempuan
punya andil yang besar dalam keputusan itu. Kalau kita ga pinter ngatur
keuangan bisa masuk pusaran krisis juga jika kita terbawa arus trend gaya hidup dan kurang bisa
menyesuaikan dengan keadaan keuangan keluarga.
Saya
punya beberapa tips agar kita sebagai perempuan bisa “berhasil” sebagai
pengelola/manajer dalam keluarga:
1. memberi pelayanan yang prima pada
suami. Selalu tersenyum, tidak bersikap jutek, cemberut menggerutu dan
sebangsanya ketika suami pulang ke rumah.
*Kalau
punya kemampuan memasak yang bagus, ya sering-sering memasak untuk suami
makanan favoritnya, karena konon jika ingin merebut hati suami adalah melalui
perutnya. Makanan bisa menjadi ungkapan cinta untuk suami dan suami pastinya
senang karena merasa diperhatikan oleh istrinya.
*Menjadi
teman sharing dan ngobrol yang menyenangkan bagi suami. Tak lupa pelayanan yang
ok di kamar juga diperlukan.
2. Menjaga penampilan di depan
anak-anak dan suami. Kalau melihat Ibu di rumah dengan pakaian yang rapi dan
bersih pasti akan lebih menyenangkan dibandingkan dengan melihat Ibu berpakaian
berantakan.
3. Open
mind dan bersikap terbuka terhadap kemajuan
IPTEK terkait parenting, keluarga, financial planning, dan segala hal yang
terkait dengan kehidupan berkeluarga.
4. Menjaga emosi dalam mengasuh
anak-anak. Karena tidak bisa dipungkiri, tingkah laku anak-anak terkadang
memancing emosi kita apalagi ketika mereka mulai bertingkah dan kita dalam
kondisi fisik capek. Pasti deh emosi gampang tersulut kalau tidak dikendalikan.
5. Jangan terjebak seharian dengan
rutinitas di rumah maupun di kantor. Luangkanlah waktu sejenak untuk sekedar me time.
Kalau
saya, terkadang saya curi waktu ke spa
untuk sekedar body massage atau creambath. Kadang kalau sempat ngedate berduaan saja sama suami dan
anak-anak saya titipin ke eyangnya.
Tips
itu berdasarkan pengalaman saya, mungkin daftarnya bisa ditambah. Bagaimana dengan
teman-teman??
10 komentar:
Kl saya biasanya me time pas anak tidur atau kl mau jalan sama suami anaknya saya titip di rmh ibu saya. Saya kebetulan ibu bekerja tapi jg ngak pnya prt jd semua di kerjaian sendiri hihihi
jadi inget Ibu...
aku juga akhir akhir ini baru tahu mbak, baru sadar
bahwa ibuku adalah orang yang tidak pernah mengeluh
apapun kondisinya. mau sakit, mau sehat, mau ada atau pun tidak ada
tidak pernah terdengar keluhan sama sekali
aku yakin, Ibunya panjenengan juga persis seperti itu
bener bgt deh..
almh ibunda , wanita heubat ya jeng,,,,
kalau saya me time nya kok ya senengnya window shopping dan makan di ITC ambass..tapi harus sendirian...he hehe
@turiscantik:yang penting masih bisa me time ya...
@jeng elsa: ya..berarti Ibu kita se-tipe. huhu...saya kadang suka sedih kalau teringat Ibu, karena belum bisa membalas semua pengorbanan beliau. Tapi banyak ilmu dari Ibu yang tersimpan di hatiku tentang perempuan ;)
@mba fitri: setiap Ibu punya kehebatannya sendiri-sendiri. Ibu mba fitri pasti juga hebat..
Wah seru juga ya jalan window shopping sendirian gitu..;)
jadi pembelajaran buat kita para ibu ya mbak
waah, bener yaaa, sebagai seorang istri dan ibu harus siap jadi manager keluarga
@rani: iya.. siap tidak siap harus siap jadi manajer keluarga
Huhuhuh point ke 2 itu saya susah bangeeeet Mak. jadi tertohok ! hahahah. kalau sudah di rumah itu, pinginnya dasteran melulu :D
Point ke 3 biasanya 'kerjasama' dengan suami. kalau kira2 sumbu saya sedang pendek dan mudah terpancing, biasanya anak langsung dibawa jauh2 sama suami. begitu sebaliknya.
nah point ke 5 ini yang jadi catatan banget. hihiih terimakasih ya maak.
Posting Komentar